"Penafsiran yang tidak benar bisa mengarah pada fitnah," kata pihak Setjen DPR.
Anggi Kusumadewi
VIVAnews – Kepala Biro Hukum Kesekretariatan Jenderal (Setjen) DPR, Johnson Karo, membenarkan kabar bahwa parlemen itu berencana melayangkan somasi kepada Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA). “Rencana itu sedang kami matangkan,” kata Johnson kepada VIVAnews, Rabu 18 Mei 2011.
Sebelumnya, FITRA merilis data berisi rincian jatah pulsa telepon untuk anggota DPR. Berdasarkan penelusuran lembaga swadaya masyarakat (LSM) itu, tiap anggota dewan mendapat jatah pulsa sebesar Rp14 juta per bulan, dan alokasi isi pulsa sebesar Rp168 juta per tahun.
Dengan demikian, total anggaran isi pulsa untuk ke-560 anggota DPR mencapai Rp151 miliar per tahun. Namun data FITRA itu dibantah oleh para anggota dan pimpinan DPR.
Setjen DPR pun memberikan bantahan resmi terkait hal itu. “Tidak benar ada anggaran untuk uang pulsa. Yang ada yaitu biaya langganan pulsa untuk sms gateway sebesar Rp96 juta,” tutur Kepala Biro Perencanaan dan Pengawasan Kesetjenan DPR Adil Rusli, saat dikonfirmasi.
Koordinator FITRA Uchok Sky Khadafi lantas menjelaskan, yang dimaksud pulsa oleh FITRA sebetulnya adalah tunjangan komunikasi. Menurutnya, dalam hal ini FITRA memang sedikit melenceng dalam melakukan penafsiran. “Itu kelemahan kami dalam (melakukan) penafsiran,” aku Uchok.
Lantaran hal itulah, kata Johnson, Setjen DPR membulatkan tekad untuk mengambil langkah hukum terhadap FITRA. “Kami sebagai pengelola anggaran DPR, ingin meluruskan pemberitaan yang tidak benar itu. Tidak ada uang pulsa seperti yang disebut FITRA,” ujar Johnson. Ia menyatakan, LSM seharusnya menggunakan cara-cara santun dan beretika dalam memberikan kritik membangun kepada DPR.
“Kalau niatnya mau mengkritik, seharusnya datang ke DPR, lantas klarifikasi data terlebih dahulu. Kalau penafsiran tidak benar, kan bisa mengarah pada fitnah,” tutur Johnson. Ia menekankan, Setjen DPR jelas keberatan dengan pemberitaan yang menyimpang itu, karena hal itu berpotensi membangun persepsi publik bahwa DPR telah melakukan kebohongan terkait soal anggaran.
“Anggaran DPR itu bukan untuk ditafsir, dan tafsir harus bisa dibuktikan kebenarannya,” tegas Johnson. Ia menekankan, FITRA sebagai pihak yang telah berbicara soal anggaran pulsa untuk anggota dewan, harus bisa membuktikan apa yang telah dibicarakannya. “Jangan asal kritik,” kata Johnson.
Sumber: VIVAnews
Sebelumnya, FITRA merilis data berisi rincian jatah pulsa telepon untuk anggota DPR. Berdasarkan penelusuran lembaga swadaya masyarakat (LSM) itu, tiap anggota dewan mendapat jatah pulsa sebesar Rp14 juta per bulan, dan alokasi isi pulsa sebesar Rp168 juta per tahun.
Dengan demikian, total anggaran isi pulsa untuk ke-560 anggota DPR mencapai Rp151 miliar per tahun. Namun data FITRA itu dibantah oleh para anggota dan pimpinan DPR.
Setjen DPR pun memberikan bantahan resmi terkait hal itu. “Tidak benar ada anggaran untuk uang pulsa. Yang ada yaitu biaya langganan pulsa untuk sms gateway sebesar Rp96 juta,” tutur Kepala Biro Perencanaan dan Pengawasan Kesetjenan DPR Adil Rusli, saat dikonfirmasi.
Koordinator FITRA Uchok Sky Khadafi lantas menjelaskan, yang dimaksud pulsa oleh FITRA sebetulnya adalah tunjangan komunikasi. Menurutnya, dalam hal ini FITRA memang sedikit melenceng dalam melakukan penafsiran. “Itu kelemahan kami dalam (melakukan) penafsiran,” aku Uchok.
Lantaran hal itulah, kata Johnson, Setjen DPR membulatkan tekad untuk mengambil langkah hukum terhadap FITRA. “Kami sebagai pengelola anggaran DPR, ingin meluruskan pemberitaan yang tidak benar itu. Tidak ada uang pulsa seperti yang disebut FITRA,” ujar Johnson. Ia menyatakan, LSM seharusnya menggunakan cara-cara santun dan beretika dalam memberikan kritik membangun kepada DPR.
“Kalau niatnya mau mengkritik, seharusnya datang ke DPR, lantas klarifikasi data terlebih dahulu. Kalau penafsiran tidak benar, kan bisa mengarah pada fitnah,” tutur Johnson. Ia menekankan, Setjen DPR jelas keberatan dengan pemberitaan yang menyimpang itu, karena hal itu berpotensi membangun persepsi publik bahwa DPR telah melakukan kebohongan terkait soal anggaran.
“Anggaran DPR itu bukan untuk ditafsir, dan tafsir harus bisa dibuktikan kebenarannya,” tegas Johnson. Ia menekankan, FITRA sebagai pihak yang telah berbicara soal anggaran pulsa untuk anggota dewan, harus bisa membuktikan apa yang telah dibicarakannya. “Jangan asal kritik,” kata Johnson.
Sumber: VIVAnews
SHARE BERITA: