Cukai Tembakau, foto actual |
Jakarta, Pakar Hukum Tata Negara, Laica Marzuki menilai, pasal yang mengatur soal cukai rokok dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) tidak adil, apalagi ketika cukai dan pajak rokok dikenakan secara serempak.
"Menurut konstitusi seperti itu. Selengkapnya menurut Pasal 23A UUD 1945, bahwa pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dalam undang-undang," ucap Laica dalam sidang di Gedung MK, Jakarta, Selasa (3/9).
Mantan hakim konstitusi itu, mengatakan bahwa, pengenaan cukai rokok dan pajak rokok secara serempak merupakan pungutan pajak yang tidak adil karena, keduanya berada pada dilema ketidakpastian hukum.
Hal itu dilihat, kata Laica, manakala UU DPRD memandang pajak rokok adalah pungutan atas cukai rokok yang dikenakan oleh pemerintah, dan tarif pajak rokok ditetapkan sebesar 10 persen dari cukai rokok, maka itu mengandung makna, bahwasannya pajak rokok dan cukai rokok merupakan dua kategori pungutan yang berbeda.
"Dengan demikian, para warga perokok dikenakan pajak ganda itu dilarang konstitusi," ujarnya.
Untuk diketahui, pengujian materi UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) ini dimohonkan oleh lima orang yang mengaku sebagai perokok sejati. Mereka adalah anggota tim RUU HAM, Mulyana Wirakusumah, anggota PHBI Hendardi, anggota Dewan Pimpinan Kerukunan Tani Indonesia, Aizzudin, Ketua Presidium IPW Neta S. Pane, dan Bambang Isti Nugroho.
Sebagai perokok, para Pemohon itu merasa dirugikan hak konstitusionalnya dengan ketentuan pajak ganda terhadap rokok, yakni pajak rokok atas cukai rokok.
Mereka mempermasalahkan Pasal 1 angka 19, Pasal 2 ayat 1 huruf e, Pasal 26, Pasal 27, Pasal 28, Pasal 29, Pasal 30, Pasal 31, Pasal 94 ayat 1 huruf c, dan Pasal 181 dalam UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (DPRD), yang dinilai telah bertentangan dengan konstitusional, yakni Pasal 28D ayat 1 UUD 1945.
Sumber: aktual.co-Zaenal Arifin/tim mahalipan
SHARE BERITA: