Buku Melawan Pembajakan Demokrasi, Ahmad Millah Hasan (Foto: Aktual.co/Muchammad Nasrul Hamzah) |
Malang, Kecurangan yang terjadi pada ajang pemilihan gubernur Jatim kali ini lebih parah daripada kasus pada periode sebelumnya, pasalnya temuan kecurangan terjadi merata di semua daerah pada pilgub yang digelar pada 29 Agustus lalu. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Penulis buku Melawan Pembajakan Demokrasi, Ahmad Millah Hasan.
"Pilgub Jatim 2013 ini dinantikan oleh masyarakat nasional, apakah kualitas membaik atau malah menurun. Ternyata temuan pelanggaran lebih parah dari pilgub 2008," katanya kepada Aktual.co, Selasa (3/9) di Malang.
Menurut Ahmad pelanggaran dan kecurangan pilgub Jatim tahun ini harus diungkap ke publik demi tegaknya demokrasi yang jujur dan adil di Jatim, sehingga jika ada pembiaran maka membahayakan demokrasi di Indonesia.
"Kalau dibiarkan, kecurangan dan pelanggaran akan menjadi hal yang seolah dihalalkan. Ini membahayakan masa depan demokrasi di Indonesia," katanya.
Mantan aktivis Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) ini, menambahkan, Jawa Timur adalah barometer politik nasional artinya suksesnya penyelenggaraan pilgub Jatim akan berpengaruh pada penyelenggaraan pemilu 2014 mendatang.
"Jangan-jangan kecurangan pilgub kali ini merupakan eksperimentasi kecurangan yang lebih parah di pemilu mendatang. Tahun 2008 lalu, masalah DPT (daftar pemilih tetap) jadi kasus paling heboh. Ketua KPU Jatim saat itu, sempat ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan pemalsuan DPT. Dan ternyata kasus DPT palsu itu merebak di pemilu 2009," tuturnya.
Penelusuran lapangan yang dilakukan olehnya ditemukan bahwa kasus pelanggaran dan kecurangan pilgub kali sangat beragam, mulai dari keterlibatan aparat desa sampai kepada petugas TPS yang turut mencoblos pasangan tertentu secara berjamaah.
"Ditemukan kasus surat suara dicoblos sendiri oleh aparat desa, C6 atau undangan pencoblosan yang tak dibagikan ke pemilih. Marak juga penyalahgunaan kekuasaan untuk mengiring pemilih untuk mencoblos pasangan tertentu," tegasnya
Di sisi lain, KPU menampakkan kinerja yang tak profesional, yang terbukti dengan minimnya sosialisasi dengan bukti tingginya angka golput hingga mencapi 50 persen pada pilgub kali ini.
"KPU menanggung dosa. Angka golput sangat tinggi karena sosialisasi yang kurang. Satu suara saja bisa menentukan nasib Jawa Timur. KPU harus bertanggung jawab," kata pemuda asal Paciran Lamongan ini.
Karena itu, langkah hukum patut dilakukan, bila ada pasangan calon yang merasa dirugikan atas kecurangan dan pelanggaran yang terjadi.
"Itu perlu dilakukan agar terang benderang, siapa yang menang dengan cara curang dan siapa yang kalah karena dicurangi. Ini untuk menyelamatkan demokrasi di Jatim," Pungkasnya.
Sumber: aktual.co-Ismed Eka Kusuma/tim mahalipan
SHARE BERITA: