18-May-2011
Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso mengatakan, era reformasi pada bulan mei 1998 lalu telah membuka kran keterbukaan di berbagai bidang, dan UU KIP merupakan inspirasi dan harapan terhadap keterbukaan informasi.
“Dahulu informasi itu ditutupi sekarang dirombak dimana masyarakat dijamin haknya dalam memperoleh informasi, sementara esensi UU ini membangun semangat kelembagaan dalam menjaga akuntabilitas dalam memberikan layanan kepada masyarakat,”paparnya saat memberikan sambutan pada dialog publik yang diselenggarakan oleh Bakohumas bersama Setjen DPR, membahas problematika UU No. 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, di gedung operation room, Rabu, (18/5).
Menurutnya, semangat UU KIP sesuai dengan bunyi konstitusi UUD 45 pasal 28 F dan J. Yang berbunyi setiap orang dijamin Hak Azasi Manusia dalam memperoleh kebebasan informasi dan menghormati HAM orang lain dalam tertib kehidupan masyarakat dan berbangsa.
“DPR melihat UU ini memang menginginkan negara harus menyediakan hak dasar yang terkait policy dan hajat hidup orang banyak, dan harapan itu mimpi kita hingga terbangunnya masyarakat yang well informed dan ini modal besar apabila masyarakat dapat memperoleh informasi dari tangan yang pertama,”tambahnya. , dan esensi UU ini semangatnya adalah membangun lembaga pemerintah agar semakin akuntabel dalam memberikan layanan kepada masyarakat.
Untuk mengimplementasikan UU ini, papar Priyo, tidaklah semuda membalikkan telapak tangan karena terkait kultur budaya dimana belum siap dengan informasi yang didesain telanjang seperti ini. “Ini juga tantangan aparatur pemerintah menghadapi kendala tersebut karena itu kita harus terus mencari desain dan format yang sesuai dengan UU,”lanjutnya.
Dia menambahkan, saat ini publik terlihat eforia dengan era sekarang bahkan apabila ingin memperoleh informasi apapun seringkali melanggar UU yang ada. “Masyarakat sedang mengalami culture shock, dimana dahulu informasi tertutup sekarang keran informasi semakin terbuka lebar dan mereka bebas memperoleh informasi tersebut,”tambahnya.Bahkan, Amerika Serikat yang merupakan empuhnya demokrasi tidak serta merta membuka informasi seperti informasi intelejen yang bisa dibuka setelah beberapa dasarwasa. Karena itu, tegas Priyo kita jangan merasa menjadi negara demokrasi terbesar tanpa adanya batasan-batasan tersebut.
Sementara Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq mengatakan, tahun ini merupakan tahun awal konsolidasi dari UU KIP. Melihat persoalan saat ini, kita semua harus mendudukan konteks kebebasan informasi dalam alur kerja yang telah dijalani.
“Didalam UU ini ada beberapa pihak yang terlibat subyek sekaligus objek yaitu peminta informasi, kemudian badan publik yang didalam UU ini diletakkan satu kewajiban secara definitif untuk menyediakan segala macam informasi yang merupakan tugas dan fungsi badan publik. Karena itu, DPR sekarang ini sudah seperti aquarium dimana informasi sangat terbuka untuk publik,”katanya.
Kedua, yaitu publik yang biasa disebut masyarakat yang memiliki hak meminta informasi, ketiga media massa yang tidak termasuk diatur ini merupakan gate keeper yang bisa berperan sebagai publik sehingga alur ini semakin dinamis.
Kendala saat ini dilapangan, jelas Mahfudz, yaitu persoalan paradigmatik yang masih mengemuka dilapangan, artinya banyak terjadi perdebatan paradog pandangan rezim keterbukaan dengan rezim ketertutupan. “Rezim keterbukaan adalah suatu yang progresif seperti wikileaks yang menerobos sekat ketertutupan itu. Bergerak cepat sementara ada pihak yang merasa harus ada ketertutupan sebagian informasi,”paparnya.
Kemudian kendala lainnya yaitu kultural, yang diinginkan dari UU ini merupakan fenomena yang sudah global dan akses informasi publik merupakan kebutuhan dan keniscayaan dalam konteks global. Bahkn sekitar 30 negara telah memiliki UU keterbukaan informasi. “Artinya Ketika UU ini akan diimplementasikan ternyata masyarakat informasi memiliki kriteria sebagai berikut yaitu well educated, memiliki kecerdasan dan rasional. “Masyarakat indonesia belum mencapai pada tingkatan masyarakat informasi. Bahkan masyarakat kita belum mampu membedakan tugas dan fungsi anggota dewan dengan pemerintah daerah, seringkali ketika di Dapil menemui masyarakat mereka selalu menanyakan kapan jalan mereka dibangun,”katanya.
Problem ketiga sistem keseluruhan dari KIP ini, artinya perlu aturan yang jelas terkait sengketa informasi dan penyelesaiannya sehingga konflik kepentingan bisa dikelola dengan baik.“Seberapa besar kita membuka informasi semua berada di tangan Komisi Informasi,”paparnya.
Kecepatan pelayanan informasi
Guna menyediakan informasi kepada masyarakat, Terang Sekjen DPR Nining Indra Saleh, Sekretariat Jenderal DPR akan terus mengedepankan kecepatan dan pelayanan informasi terkait implementasi UU No. 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
Menurut Nining, Setjen DPR telah membentuk 3 tim atau divisi terkait implementasi UU KIP yaitu pelayanan informasi, pengelolaan informasi, dan penyelesaian sengketa. "Dinamika pengelolaan informasi publik di setiap kementerian atau badan publik tidak selalu sama,tergantung intensitas pekerjaannya,"paparnya.
Dia mengatakan, sampai Januari 2011 terdapat 83 permintaan informasi dari masyarakat, seperti risalah rapat, draft RUU, Laporan studi banding, Kunjungan kerja, maupun DIPA DPR. “Sebagian besar yang minta yaitu Mahasiswa yang sedang menyusun penelitian, LSM, swasta maupun perseorangan,”terangnya.
DPR, lanjutnya, telah mempersiapkan Peraturan DPR No. 1 tahun 2010 berkaitan dengan implementasi UU KIP ini. Peraturan tersebut berisi ruang lingkup informasi publik di DPR, hak dan kewajiban, standar layanan dan pejabat pengelola informasi dan dokumentasi, maupun jenis informasi publik yang wajib disediakan dan diumumkan secara berkala.(sumber:dpr.go.id.
SHARE BERITA: