Jakarta, Menteri Keuangan Chatib Basri mengatakan, saat ini Indonesia telah mendekati tiga negara terkait perjanjian bilateral swap agreement (BSA) sebagai antisipasi apabila pemerintah memerlukan bantuan likuiditas jangka pendek.
"Mungkin add list ada tiga negara, termasuk Jepang. Yang lain, saya tidak mau sebutkan negaranya. Yang penting sudah ada pembicaraan internal seperti itu," katanya di Jakarta, Senin.
Bank Indonesia (BI) sebelumnya mengaku terus melakukan koordinasi dengan pemerintah pusat dan pemerintah daerah terkait cadangan devisa Indonesia yang menurun hingga menjadi sekira US$93 miliar per akhir Agustus 2013 di tengah gejolak ekonomi global saat ini, padahal per April masih sekira US$107,2 miliar.
Bank sentral sendiri juga pernah mengisyaratkan untuk melakukan BSA dengan tiga negara Asia, yaitu Jepang, China dan Korea dengan berbagai pertimbangan, termasuk untuk memperkuat cadangan devisa.
Perjanjian BSA antara Indonesia dan Jepang memang sudah ditandatangani pertama kali pada 2003, sebagai upaya menjaga kestabilan keuangan kawasan di tengah perlambatan perekonomian global yang semakin dalam dan peningkatan risiko pembalikan modal di pasar keuangan.
Chatib menjelaskan, perjanjian BSA adalah fasilitas bantuan keuangan jangka pendek dalam bentuk penukaran mata uang asing yang bertujuan untuk memperkuat cadangan devisa negara yang mengalami kesulitan neraca pembayaran jangka pendek.
Tegasnya, BSA merupakan antisipasi dalam menghadapi krisis terutama apabila terjadi kesulitan pemenuhan pembiayaan dan untuk menjamin tersedianya langkah antisipasi fiskal. "Jadi nanti kalau ada kejutan yang berkaitan dengan (penarikan) quantitative easing, kita punya request packaged yang bagus," katanya.
Chatib menjelaskan,paket tersebut akan melengkapi komitmen pinjaman siaga senilai 5,5 miliar dolar AS dan berjaga-jaga untuk menenangkan para pelaku pasar yang saat ini masih khawatir akibat perlemahan nilai tukar rupiah.
Dia menjelaskan, belum tentu paket ini akan terpakai, namun perjanjian BSA merupakan bagian dari persiapan dan inisiatif untuk memperkuat antisipasi terhadap risiko yang dapat mengganggu stabilitas sistem keuangan. "Pengalaman kita di 2005 dan 2008 (BSA) tidak terpakai, padahal 2008 lebih parah dari ini," katanya.
Chatib menuturkan, ketika November 2008 kurs dolar mencapai Rp 12.600. Kemudian pelemahan berlanjut dengan kisaran Rp 11.000/US$ hingga tahun 2009. Artinya, ada pelemahan yang cukup panjang terjadi."Nah dalam kondisi itu, kekhawatiran pasar ada, jadi bilateral swap ketika itu dibutuhkan, tapi nggak dipakai. Jadi mudah-mudahan ini tidak seburuk 2008, jadi walaupun bilateral swap-nya ada, disiapin, mudah-mudahan kita nggak gunakan, karena itu second line of defence," pungkasnya.
Pemerintah saat ini telah memiliki pinjaman siaga sebesar 5,5 miliar dolar AS dengan rincian dana dari Bank Dunia senilai dua miliar dolar AS, Bank Pembangunan Asia (ADB) sebesar 500 juta dolar AS, Japan Bank for International Cooperation (JBIC) sebesar 1,5 miliar dolar AS, dan pemerintah Australia senilai satu miliar dolar AS.
Sebelumnya, Bank Indonesia dan Bank of Japan telah sepakat untuk memperpanjang masa BSA yang berlaku efektif sejak akhir Agustus 2013, dalam kerangka Chiang Mai Initiative sebagai bagian dari kerja sama keuangan negara anggota ASEAN+3.Perpanjangan tersebut merupakan bagian dari perjanjian peningkatan nilai BSA pada 2009, di mana Indonesia dapat melakukan swap rupiah/dolar AS dengan nilai maksimum 12 miliar dolar AS atau meningkat dua kali lipat dari nilai sebelumnya enam miliar dolar AS.
Direktur Eksekutif Direktorat Perencanaan Strategis dan Humas BI Difi Johansyah mengakui bank sentral memperkuat kerja sama antarbank sentral dalam kebijakan moneter dan stabilitas sistem keuangan.
Bank Indonesia menilai bahwa jumlah cadangan devisa yang ada masih cukup untuk menghadapi tekanan pada neraca pembayaran. “Namun demikian, masih tingginya tekanan dan ketidakpastian perekonomian global ke depan memerlukan langkah-langkah antisipasi baik dengan penguatan respon bauran kebijakan maupun ketahanan dalam menghadapi gejolak eksternal, termasuk bantalan kecukupan cadangan devisa secara berlapis (second line of defense),” katanya.
Karena itu, katanya, Bank Indonesia telah menandatangani perpanjangan bilateral swap arrangement (BSA) dengan Bank of Japan sebagai agen Menteri Keuangan Jepang sebesar US$ 12 miliar, berlaku efektif 31 Agustus 2013. “Pembahasan untuk kerja sama serupa juga sedang dilakukan dengan bank-bank sentral di kawasan,” kata Difi. (ant/dtf/medanbisnis)
SHARE BERITA: