Fuad Amin Imron masih berada di arena Musyawarah Nasional Partai Golkar di Bali saat dia diberitahu seseorang bahwa adik iparnya ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi di Jakarta, Senin (1/12/2014) siang. Informasi itu membuat Ketua DPRD Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur, ini tak tenang.
Fuad yang hadir di Bali sebagai tamu undangan karena dirinya adalah politikus Partai Gerindra, rekan Partai Golkar di Koalisi Merah Putih, siang itu lalu memutuskan pulang ke Bangkalan.
Sementara itu, tim KPK yang beberapa hari sebelumnya menerima informasi perihal penerimaan uang oleh Fuad tidak mau melepaskan perhatiannya terhadap gerak-gerik mantan Bupati Bangkalan dua periode itu.
Langkah Fuad selalu diikuti.
Fuad tak boleh lolos dari pengamatan. Apalagi, tim lain yang bergerak melakukan operasi tangkap tangan (OTT) di Jakarta sudah mengonfirmasi penangkapan Abdul Rauf dan Antonio Bambang Djatmiko. Rauf adalah adik ipar Fuad yang bertugas menerima uang dari Antonio, Direktur PT Media Karya Sentosa (MKS).
Di Surabaya dan Bangkalan, tim OTT KPK mulai berkoordinasi dengan Kepolisian Daerah Jawa Timur dan Kepolisian Resor Bangkalan. Mereka tak mau terjadi hal-hal yang tak diinginkan terjadi dalam OTT terhadap Fuad. Apalagi, pengaruh Fuad di Bangkalan masih kuat. Setelah dua periode menjabat bupati, 2003-2008 dan 2008-2013, kepemimpinan Bangkalan diteruskan anaknya, Makmun Ibnu Fuad. Anaknya jadi bupati, sedangkan Fuad menjadi Ketua DPRD.
KPK tak mau terjadi insiden seperti saat menangkap Bupati Buol, Sulawesi Tengah, Amran Batalipu. Ketika itu, OTT terhadap Amran terpaksa ditangguhkan beberapa jam setelah penyidik ditabrak mobil. Bahkan, Amran terpaksa ditangkap dini hari di rumahnya oleh KPK dengan membawa sepasukan brimob bersenjata lengkap. Waktu dini hari dipilih karena rumah Amran dijaga puluhan pendukungnya.
Kekhawatiran terjadinya insiden jika Fuad ditangkap memang tak terjadi. OTT terhadap Fuad relatif berjalan mulus.
Membantu
Ketika memutuskan kembali ke Bangkalan secepatnya, Fuad bermaksud menghilangkan sejumlah barang bukti terkait penerimaan dugaan suap dari PT MKS. Tengah malam ketika Fuad sampai di rumahnya, dia langsung membereskan sejumlah dokumen dan berkas yang mengaitkan dirinya dengan PT MKS.
Salah seorang penyidik KPK yang ikut menangkap Fuad mengatakan, upaya Fuad mencoba menyembunyikan barang bukti itu justru membantu KPK. ”Beberapa saat sebelum ditangkap, dia sempat beres-beres untuk menghilangkan barang bukti. Tapi, dia tertangkap lebih dahulu sebelum sempat menghilangkan barang bukti itu. Jadi, dia berbaik hati mengumpulkan dan menyerahkan bukti-bukti itu ke KPK,” ujar penyidik ini.
Salah satu yang hendak disembunyikan Fuad saat ditangkap adalah tiga koper besar. Satu koper di antaranya berisi uang pecahan Rp 100.000 dengan jumlah mencapai Rp 2 miliar. Total uang dalam tiga koper yang diamankan bersamaan dengan penangkapan Fuad itu sebanyak Rp 4 miliar.
Barang bukti terkait kekayaan Fuad ini menjadi salah satu pintu KPK menguak dugaan penerimaan suap yang diduga berlangsung sejak lama. Wakil Ketua KPK Adnan Pandu Praja mengungkapkan, penerimaan suap dari PT MKS ini telah berlangsung sejak tahun 2007, sejak dia masih menjabat sebagai Bupati Bangkalan.
Sehari setelah penangkapan, penyidik KPK menggeledah sejumlah tempat di Bangkalan dan Surabaya, antara lain lima rumah mewah yang diduga dimiliki Fuad.
Dalam penggeledahan itu, KPK menemukan banyak dokumen terkait kepemilikan sejumlah rumah mewah di beberapa kota. Gedung AKA di Jalan Bangka Raya, Jakarta Selatan, tempat Rauf dan Antonio ditangkap, diduga juga milik Fuad.
Juru Bicara KPK Johan Budi SP menuturkan, dari penggeledahan di rumah Fuad, penyidik membuka brankas besi dengan perhiasan emas disimpan di dalamnya. KPK juga menemukan rekening bank dan sejumlah aset lain. Ini pula yang jadi awal bagi KPK mengusut dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) terhadap Fuad.
Menurut Adnan, aset-aset yang dikuasai Fuad akan disita KPK karena ada indikasi TPPU.
(Khaerudin)
Sumber: Kompas.com
SHARE BERITA: