Berita Terkini

Menggugat Sumpah PNS Muda

Oleh : Teuku Zulkhairi.
 Idealnya, bagi PNS muda, tentu masih segar dalam ingatannya tentang sumpah setia atau panca prasetia sebagai PNS yang dituangkan dalam poin-poin kewajiban dan larangan bagi seorang PNS. Poin-poin itu pasalnya terus diulang-ulang saat mendapatkan pendidikan dan pelatihan (Diklat)
tentang pola pikir PNS sebagai aparatur negara.
PNS muda juga diajarkan berbagai kewajiban dan etika-etika yang harus dijaga. Gagal dalam Diklat ini akan menyebabkan gagal atau tertundanya seseorang untuk menjadi PNS. Artinya, secara ideal, pasca mengikuti Diklat, seorang PNS itu dianggap sudah memenuhi kriteria dan lulus sebagai seorang PNS yang siap menjadi abdi negara yang taat kepada aturan negara dan moralitas. Ia akan dianggap sudah paham tentang kewajiban dan larangan bagi seorang PNS. Ia juga diyakini sudah paham tentang kode etik seorang PNS.

Intisari dari sumpah PNS misalnya seperti: siap untuk tidak melakukan KKN, melakukan tugas kedinasan dan mentaati jam kerja sesuai aturan yang telah ditetapkan, profesional dan bertanggung jawab dalam menyelenggarakan tugas pemerintahan dan pembangunan, memberikan pelayanan prima kepada masyarakat dan sebagainya.

Kewajiban dan larangan bagi PNS ini dianggap wajar dengan hak yang diberikan pemerintah kepada mereka. Selain gaji pokok dan tunjangan yang mereka terima, saat ini pemerintah bahkan juga sudah memberikan renumerasi (tunjangan kinerja) yang layak bagi segenap aparatur negara.

Tapi apa yang terjadi?. Dunia birokrasi kita kembali gempar. Perilaku korup ternyata tidak lagi hanya menjadi permainan generasi tua di jajaran birokrasi, tapi juga telah sangat akut menimpa birokrat muda. Ini yang terasa memiriskan hati bangsa ini. Sebab, kaum muda biasanya idealis. Mereka yang menjadi tumpuan harapan bangsa tapi justru berperan dalam menghancurkan bangsanya.

Hasil penelitian PPATK beberapa waktu lalu yang disampaikan oleh Wakil Ketua PPATK Agus Santoso (detiknews, 8/12), ditemukan kenyataan yang memiriskan, bahwa banyak Pegawai Negeri Sipil (PNS) muda berusia 28 tahun yang terindikasi korupsi dengan melakukan pencucian uang. 50% PNS muda kaya terindikasi korupsi. Perilaku koruptif para pejabat muda usia ini berdasarkan hasil analisis PPATK yang sebetulnya sudah lama dilakukan.

Adapun indikator kaya menurut Agus adalah bergaya hidup mewah, mempunyai barang mewah, kemudian dari jumlah rekening yang tidak wajar. Modusnya unik, bersama sang isteri PNS muda ini secara aktif mencoba menyamarkan dan menyembunyikan harta yang didapat secara haram.

Budaya Hidup Hedonis

Realita ini membuktikan bahwa sumpah setia PNS sudah tidak berfungsi lagi dengan maksimal. Moralitas yang diharapkan menjadi pengawal sumpah tersebut telah mengalami dekadensi yang parah. Kekuatan sumpah PNS telah dikalahkan oleh budaya hidup hedonis sehingga PNS muda pun menjadi korup dan tidak peduli lagi kepada etika dan moral karena budaya hedonis tadi telah menjadi gaya hidup mereka.

Jika ditelusuri lagi, nampaknya ini merupakan bagian dari siklus panjang rentetan persoalan bangsa ini yang sedang mengalami krisis kejujuran dan rusaknya mentalitas aparatur negara secara umum. Moralitas, mentalitas dan falsafah berfikir aparatur negara kita yang memang masih bermasalah dan sering kali menjadi kendala utama dalam usaha pembangunan bangsa.

Jika moralitas seorang aparatur negara ini tidak baik, maka imbasnya adalah buruknya image negara secara umum. Maka disini, penulis ingin mengajak kembali para aparatur negara untuk introspeksi diri kembali tentang posisi sebagai aparatur negara beserta segala kewajiban dan larangan serta kode etik yang mengikatnya. Bahwa sumpah PNS, kode etik dan kewajiban serta larangan bagi PNS itu bukan hanya sebatas pengetahuan yang tidak diwujudkan aplikasi praktisnya secara empirik, melainkan sebuah aturan yang mengikat dan sangat memalukan bagi siapa saja yang melanggarnya. Bahwa sesungguhnya sumpah yang diucapkan juga akan dimintai pertanggung jawaban oleh Tuhan Yang Maha Esa, serta oleh masyarakat maupun negara. Bagi PNS muda, seharusnya mereka menjadi pelopor dalam arus perubahan bangsa ke arah yang lebih baik. Bukan justru sebaliknya menjadi bagian dari arus penghancuran negeri ini.

Dalam upaya memperbaiki moralitas aparatur negara ini, hal pertama yang bisa dilakukan oleh pemerintah adalah dengan terus menerus memberikan pelajaran moral bagi para PNS disamping bagi semua elit pemerintah itu sendiri. Di instansi-instansi pemerintah, penggajian mingguan perlu dihidupkan terus menerus.

Dan perlu dicatat, bahwa konsistensi PNS muda untuk menjalankan kewajibannya sebagai pelayan masyarakat dan meninggalkan hal-hal yang menjadi larangan bagi seorang PNS sangat tergantung kepada sosok pimpinannya. Maka pimpinan sebuah instansi atau lembaga pemerintahan harus memberikan contoh teladan bagi PNS-PNS muda ini.

Seorang pimpinan harus bisa memberikan ketaladanan kepada para PNS muda dalam hal kesederhanaan. Karena hanya kesederhanaan yang bisa melawan tabiat hidup hedonistis. Kesederhaan seorang pemimpin akan mencegah dirinya dan para bawahannya dari tindakan dan perilaku korup. Dalam sejarahnya, sifat sederhana ini tidak pernah merendahkan derajat seorang pemimpin. Tapi justru akan membesarkan namanya. Memberikan berbagai efek perubahan di negerinya.

Selain sosok leadership seorang pimpinan, pelaksanaan nilai-nilai agama secara berjamaah juga sangat penting, karena memang sumber etika dan moral adalah berasal dari agama. Misalnya shalat berjamaah yang dipandu oleh atasan atau pimpinan bagi yang muslim, hal ini akan sangat berpengaruh dalam meningkatkan motifasi aparatur negara dalam memberikan pelayanan prima bagi masyarakat serta menjauhi berbagai bentuk praktek KKN.

Dengan kebersamaan ini, seorang atasan atau pimpinan akan bisa memonitor prilaku seorang bawahan, bagaimana standar intensitas interaksinya dengan Tuhan Yang Maha Esa. Bagi yang muslim, jangan sampai sebuah instansi pemerintah pemimpinnya tidak pernah atau jarang shalat berjamaah di mesjid, jarang melakukan kegiatan-kegiatan sosial keagamaan karena akan menjadi contoh buruk yang kemungkinan akan diadopsi oleh bawahannya.

Selain itu, pemberian hukuman yang layak bagi aparatur negara ini juga akan sangat membantu usaha peningkatan mutu layanan publik yang jauh dari . Seorang pimpinan tidak perlu memelihara seorang aparatur negara yang tidak bermoral, tidak menjalankan tugas, KKN dan sebagainya. Bahwa posisinya sebagai pimpinan dalam jajaran birokrasi pemerintahan pada hakikatnya bukanlah untuk melindungi bawahan yang melakukan pelanggaran, akan tetapi untuk melayani masyarakat. Dengan pemberian hukuman ini, penulis yakin akan dapat menumbuhkan kembali budaya malu di kalangan aparatur pemerintahan negeri ini.

Di samping itu, pengawasan oleh masyarakat. Tanpa adanya pengawasan masyarakat, semua aturan yang dibuat bisa dipastikan tidak akan berjalan secara maksimal. Masyarakat yang merasa tidak mendapatkan pelayanan yang prima oleh sebuah instansi layanan publik, mestinya juga harus pro aktif. Membiarkan saja ketimpangan terus terjadi oleh prilaku buruk aparatur pemerintah tentu tidak akan menyelesaikan masalah. Masyarakat perlu segera melapor kepada pihak-pihak berwajib jika ada PNS yang melanggar aturan.

Di alam terbuka seperti saat ini, peranan media massa (pers) dirasa juga sangat membantu dalam memperbaiki buruknya mutu layanan publik. Masyarakat bisa mengirim keluhannya kepada media massa seperti dalam bentuk surat pembaca untuk melaporkan adanya kejanggalan yang mereka dapat dari aparatur negara.***

Penulis adalah Ketua Senat Mahasiswa Pascasarjana IAIN Ar-Raniry, Banda Aceh.(analisadaily)

SHARE BERITA:


Alamat: Jl. Tiga Lingga No. 34 Km 6, Dairi, Sumatera Utara Kontak : 6285360048678, 6288261852757 Email : maha_lipan@yahoo.co.id, maha.lipan@gmail.com.

Hak cipta @ 2009-2014 MAHALIPAN Dilindungi Undang-undang | Designed by Mahalipan | Support by Templateism.com | Power by Blogger

Theme images by Gaussian_Blur. Powered by Blogger.