Berita Terkini

Tinggi, Kebocoran Dana Bansos di Daerah

Tak hanya untuk pilkada, dana bansos juga digunakan untuk perjalanan dinas pejabat.
Pilkada ditengarai menjadi salah satu sumber
 penyelewengan dana bansos (Antara/ Adnan)
Dana bantuan sosial (bansos) tiba-tiba menjadi sorotan setelah anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Rizal Djalil melansir temuan tentang adanya Rp300 triliun dana bansos tahun 2007-2010
yang berpotensi diselewengkan untuk keperluan pemilihan kepala daerah (pilkada).
Padahal, sedianya dana bansos dimaksudkan untuk diberikan kepada masyarakat tidak mampu dalam bentuk uang atau barang. “Tujuannya mulia, tapi dibelokkan,” kata Rizal dalam seminar nasional akuntabilitas dana politik Indonesia di Hotel Shangri-la, Jakarta, Senin 28 November 2011 kemarin.
Hari ini, Kepala Pusat Penerangan Kementerian Dalam Negeri, Raydonnyzar Moenek, membenarkan ucapan Rizal. Berdasarkan temuan Kemendagri, kata dia, “hibah dan bansos memang meningkat secara signifikan menjelang pilkada.” KPK bahkan sampai meminta Kemendagri mengetatkan proses pencairan dana bansos untuk menghindari penyelewengan.
Sebagai respon terhadap permintaan KPK tersebut, Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi lalu merevisi Surat Edaran Menteri Dalam Negeri 8 November 2007 dan Peraturan Menteri Dalam Negeri No 59 Tahun 2007, dengan melahirkan Peraturan Menteri Dalam Negeri No 32 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial.
Dengan Peraturan Menteri baru itu, terang Raydonnyzar, pengeluaran dana bansos lebih terkontrol. “Jika dulu kepala daerah ujug-ujug bisa mengeluarkan dana bansos, sekarang harus dianggarkan terlebih dulu. Pelaksanaan, penatausahaan, dan pelaporannya juga diketatkan. Ada pula kriteria batas kepatutan,” papar Raydonnyzar.
Apapun, Raydonnyzar berpendapat, mungkin saja keterangan anggota BPK Rizal Djalil tentang penyelewangan Rp300 triliun dana bansos benar adanya. “Kami memang tidak membantah ada deviasi dalam pelaksanaan hibah dan dana bansos ini,” kata dia.
Di Mana Saja Dana Bansos Bocor?
Dana bansos faktanya banyak bocor di daerah. Berikut adalah sedikit contoh tentang kebocoran dana bansos di daerah:
Jawa Barat. Terdapat dugaan korupsi atas dana bansos di Pemerintah Provinsi Jawa Barat dengan nilai kerugian Rp165,4 miliar. Saat ini, Polda Jabar sedang berkoordinasi dengan Kejaksaan Tinggi Jawa Barat untuk mengusut dugaan korupsi tersebut.
Kepala Perwakilan BPK Provinsi Jawa Barat, Slamet Kurniawan, menyatakan bahwa indikasi penyimpangan yang terjadi di Pemprov Jawa Barat adalah, pihak yang mengajukan proposal permintaan dana bansos berbeda dengan pihak yang menerima dana bansos tersebut.
Gubernur Jawa Barat, Ahmad Heryawan, telah mempersilakan pihak berwajib untuk memeriksa kasus dugaan penyelewengan dana bansos di Pemprov Jawa Barat. Heryawan juga mengungkapkan, pihak kepolisian dan kejaksaan telah memanggil beberapa pegawai Pemprov Jawa Barat guna diperiksa terkait dugaan kasus penyelewengan dana bansos tersebut.
Heryawan juga membenarkan adanya penyimpangan administrasi pada anggaran dana bansos Provinsi Jawa Barat tahun 2009 dan 2010, seperti tercantum dalam Laporan Hasil Pemeriksaan BPK. Ia menambahkan, sebetulnya pemberian bansos provinsi sudah diperketat sejak tahun 2009, namun pada kenyataanya masih ada penyimpangan atau sekedar pelanggaran administratif.
Lampung. Kasus dugaan korupsi bansos di Pemerintah Provinsi Lampung tahun 2009 senilai Rp1,23 miliar telah menyeret 5 tersangka – kelimanya adalah mantan pegawai Biro Keuangan Pemprov Lampung. Dari kelima tersangka, 2 orang sudah menjalani proses persidangan, sementara 3 orang lainnya masih berada di tahanan Polda Lampung karena berkas perkaranya belum lengkap.
Modus dugaan korupsi bansos di Lampung adalah dengan menyalurkan dana kepada 36 Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang ternyata fiktif. Para tersangka membuat proposal permohonan dana bansos dengan nama LSM fiktif.
Proposal tersebut kemudian diajukan kepada Gubernur Lampung saat itu, Syamsurya Ryacudu, dengan menggunakan KTP pinjaman. Setelah dana bansos cair, tersangka kemudian memberi imbalan kepada pemilik KTP yang mereka pinjam, sebesar Rp500 ribu per orang. Dalam kasus ini, tersangka juga diduga memalsukan tanda tangan Gubernur Lampung saat itu.
Nusa Tenggara Timur. BPK NTT mengungkap dugaan penyelewenangan dana bansos di Provinsi Nusa Tenggara Timur senilai Rp15,511 miliar. Total kerugian negara dalam penyelewengan dana bansos di Provinsi NTT tahun 2010 ditaksir mencapai Rp27,586 miliar, dengan jumlah kasus sebanyak 3.277 buah.
Per 31 Desember 2010, jumlah kasus penyelewengan bansos yang telah ditindaklanjuti Pemprov NTT adalah sebanyak 1.761 kasus dengan nilai Rp12 miliar, sedangkan yang belum ditindaklanjuti sebanyak 1.516 kasus dengan total nilai lebih dari Rp15 miliar.
Penyelewengan bansos di NTT bahkan tidak hanya terjadi di tingkat provinsi, tapi juga di tingkat kabupaten/kota seperti di Kabupaten Sikka senilai Rp13,7 miliar, di Sumba Barat senilai Rp11,2 miliar, dan di Sumba Barat Daya senilai Rp900 juta.
Kepala Seksi Humas dan Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi NTT, Jemmy Tirayudi, menjelaskan bahwa dana bansos biasanya digunakan untuk menangani kasus-kasus kemanusiaan di daerah mereka yang sifatnya mendadak seperti bencana longsor atau kebakaran. Tetapi, imbuhnya, nyatanya dana bansos sering dimanfaatkan untuk perjalanan dinas pejabat, sewa pesawat, dan lain-lain.
Nusa Tenggara Barat. Kasus korupsi dana bansos tahun 2004-2009 di NTB telah menyeret 3 tersangka, yakni mantan Kepala Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan Aset Daerah (PPKD), mantan Sekretaris Dinas PPKAD, dan mantan Bendahara Bansos.
Dana bansos senilai Rp60 miliar itu sedianya disalurkan kepada sejumlah organisasi sosial, yayasan, dan pondok pesantren yang sebelumnya mengajukan proposal untuk mendapatkan dana guna membiayai berbagai kegiatan mereka. Namun di kemudian hari, organisasi-organisasi sosial tersebut mengaku tidak mendapat dana bansos.
Lebih jauh lagi, tanda tangan pengurus dan cap stempel organisasi yang tertera dalam proposal pengajuan bansos diduga palsu, karena para pengurus organisasi terkait merasa tidak pernah membubuhkan stempel dan menandatangani proposal pengajuan bansos.
Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat pun segera memeriksa saksi-saksi dan menetapkan para tersangka. Dari 45 anggota DPRD Lombok Barat periode 2004-2009, kini tinggal 11 orang yang belum dimintai keterangan, sementara 34 lainnya sudah diperiksa sebagai saksi.
Saat ini, Kejati NTB belum bisa menaksir jumlah kerugian negara akibat penyelewengan dana bansos tersebut, karena mereka masih menunggu hasil audit keuangan oleh BPK di Denpasar, Bali. (eh/VIVAnews)

SHARE BERITA:


Alamat: Jl. Tiga Lingga No. 34 Km 6, Dairi, Sumatera Utara Kontak : 6285360048678, 6288261852757 Email : maha_lipan@yahoo.co.id, maha.lipan@gmail.com.

Hak cipta @ 2009-2014 MAHALIPAN Dilindungi Undang-undang | Designed by Mahalipan | Support by Templateism.com | Power by Blogger

Theme images by Gaussian_Blur. Powered by Blogger.