Berita Terkini

Putu Sudira, MP : G U R U


"Seorang guru harus memahami dan menerapkan filsafat pendidikan, teori-teori pendidikan. Pengertian guru tidak sekedar teacher. Guru dihormati karena pengetahuannya, kebijaksanaannya, kemampuannya memberikan pencerahan,  kewibawaan dan kewenangannya. Ada tanggungjawab moral dan etika yang luhur yang  harus dipegang teguh sebagai guru"
Kini sebutan ”Guru” sebagai profesi di masyarakat mengalami peluruhan yang sangat besar. Guru hanya dipahami sebagai salah satu bagian dari bidang pekerjaan. Belum dipahami nilai fungsionalnya dalam pendidikan. Sehingga formasi guru menjadi rebutan sebatas pekerjaan untuk menghasilkan uang. Akhirnya wacana yang engemuka lebih kepada kesejahteraan dari fungsi utamanya. Akibatnya wacana kesejahteraan menjadi memandulkan dan meremehkan makna guru untuk kedua kalinya. Persoalan nasib yang kurang beruntung, guru tidak sejahtera, tidak setara dengan pekerjaan profesional lainnya semakin kuat memberi warna gelap profesi keguruan kita. Mestinya yang dikedepankan terlebih dahulu adalah makna peran, fungsi, dan nilainya ditengah masyarakat. Peran penting apa yang harus dimainkan oleh seorang guru ditengah-tengah masyarakat seperti peran penting seorang dokter, notaris, akuntan dan sebagainya. Sehingga sampailah kepada penghargaan bermakna datang dari masyarakat bukan menjadi pengemis penghargaan. Kegamangan sebutan guru dengan makna hakikinya mengusik persoalan bagaimana meletakkan kembali makna ”Guru” secara mendasar sebagai pengetahuan (logos) menyambut Hari Guru Nasional 25 November dan penundaan Hari Guru Internasional 5 Oktober. Jika makna guru sebagai logos tidak dipahami maka masih sangat jauh kalau kita mau berfikir mencetak atau mempraktekkan diri serta memainkan peran guru yang profesional yang kreatif di bidang apapun. Meletakkan dasar pemikiran guru sebagai logos menjadi sangat penting sebelum masuk kepada bagaimana mencetak guru dan mengembangkan diri sebagai guru yang profesional. Internalisasi makna logos guru kedalam hati nurani sebagai etos sangat besar pengaruhnya dalam memposisikan dan mempraktekkan diri sebagai guru dalam kehidupan sehari hari (patos).
Hanya guru yang memiliki logos, etos, dan patos yang berpeluang menjadi guru agung yaitu guru yang meletakkan dirinya sebagai pelayan bagi manusia dalam proses memanusiakan manusia termasuk memanusiakan dirinya sendiri sebagai manusia guru. Bukan guru yang meminta pelayanan atau dilayani oleh orang lain, peminta pengemis penghargaan. Untuk menjadi guru agung ada empat hal yang harus disadari yaitu: (1) sadar filsafati; (2) sadar teoritik; (3) sadar etik; dan (4) sadar teknis. Kata Guru dalam bahasa sanskerta secara etimologi berasal dari dua suku kata yaitu Gu artinya darkness dan Ru artinya light (Wikipedia encyclopedia). Sangat menarik ternyata kata Guru tersusun dari dua suku kata yang bermakna berlawanan yaitu gelap versus terang/bercahaya/bersinar, kemuraman versus keceriaan/kemahardikaan. Secara harafiah guru atau pendidik adalah orang menunjukkan “cahaya terang” atau pengetahuan dan memusnahkan kebodohan atau kegelapan. Dalam Wikipedia encyclopedia dinyatakan “A guru (Sanskrit: ą¤—ुु) is a person who is regarded as having great knowledge, wisdom and authority in a certain area, and uses it to guide others”. Jadi guru adalah seseorang yang dihormati karena pengetahuannya, kebijaksanaannya, kemampuannya memberikan pencerahan, kewibawaan dan kewenangannya menuntun orang lain. Dari sinilah penghargaan dimulai dan menjadi betul-betul dihargai oleh masyarakat atas kesadaran sejati bukan paksaan.
Kata guru sebagai kata benda (noun) berarti pengajar (teacher) atau seorang Master dalam spiritual. Sebagai kata benda bermakna pemberi pengetahuan. Sebagai kata sifat (adjective) berarti berat “heavy” atau “weighty”. Jadi guru bermakna seseorang yang memiliki pengetahuan berbobot, berat, dan padat. Berbobot dengan kearifan spiritual, keseimbangan spiritual, berbobot karena kualitasnya yang bagus teruji dilapangan, kaya dengan pengetahuan. Kata guru juga berakar dari bahasa Sanskrit “gri” berarti memuji dan “gur” yang artinya mengangkat "to raise, "to lift up", atau "to make an effort."
Manusia secara alamiah pada mulanya adalah “gu” yaitu tidak berpengetahuan atau gelap. Dalam posisi ini sering disebut masih belum memiliki arah atau orientasi. Setelah menjalani pendidikan ia akan menjadi “ru” atau terang, bercahaya, bersinar, ringan karena disinari oleh pengetahuan yang dimilikinya. Proses transformasi dari “gu” ke “ru” atau gelap (awidya) menuju terang (widya) berjalan secara terus menerus tanpa henti sebagai proses long life education. Widya dalam hal ini dapat juga berarti pengetahuan.
Pendapat Rektor UIN Jakarta Prof. Komarudin Hidayat bahwa guru yang berhenti belajar harus berhenti mengajar sangat beralasan. Karena kemampuan untuk mentransformasikan “gu” menjadi “ru” akan kehilangan orientasi dalam waktu dan jamannya. Guru yang berhenti belajar bertentangan dengan logos, etos, patos guru. Guru sebagai pribadi dituntut selalu meng-update pengetahuannya. Seorang guru harus memahami dan menerapkan filsafat pendidikan, teori-teori pendidikan. Pengertian guru tidak sekedar teacher. Guru dihormati karena pengetahuannya, kebijaksanaannya, kemampuannya memberikan pencerahan, kewibawaan dan kewenangannya. Ada tanggungjawab moral dan etika yang luhur yang harus dipegang teguh sebagai guru. Memang benar seorang guru harus menjadi “pandita kesinatria sekaligus kesatria pinandita” yatu seseorang yang memiliki ilmu sekelas pandita dan menerapkan ilmunya sebagai seorang kesatria yang tegas dan pemberani. Seorang guru bekerja “glurug tanpa bala; sakti tanpa aji; menang tanpa ngasorake”. Praktek kehidupannya menjadi digugu dan ditiru oleh masyarakat. Guru sebagai profesi diharapkan membentuk organisasi profesi yang bersifat independen. Organisasi profesi sebagaimana dimaksud berfungsi untuk memajukan profesi, meningkatkan kompetensi, karier, wawasan kependidikan, perlindungan profesi, kesejahteraan, dan pengabdian kepada masyarakat. Putu Sudira, MP. Mahasiswa S-3 PTK PPS UNY tinggal di Jepun Bali Maguwoharjo Jogja. 

SHARE BERITA:


Alamat: Jl. Tiga Lingga No. 34 Km 6, Dairi, Sumatera Utara Kontak : 6285360048678, 6288261852757 Email : maha_lipan@yahoo.co.id, maha.lipan@gmail.com.

Hak cipta @ 2009-2014 MAHALIPAN Dilindungi Undang-undang | Designed by Mahalipan | Support by Templateism.com | Power by Blogger

Theme images by Gaussian_Blur. Powered by Blogger.