PB PGRI mengusung tema Hari Guru Nasional dan HUT PGRI ke 66 Tahun 2011 ”Meningkatkan Peran Strategis Guru untuk Membangun Karakter Bangsa”.
Tema tersebut momentum yang tepat, disaat gunjang-ganjingnya permasalahan bangsa, guru menjadi tambatan hati untuk menjadi public figure dalam membentuk kepribadian dan karakter bangsa. Peran guru dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia sungguh besar dan sangat menentukan.
Sejak masa penjajahan, guru selalu menanamkan kesadaran akan harga diri sebagai bangsa dan menanamkan semangat nasionalisme kepada peserta didik dan masyarakat. Pada tahap awal kebangkitan nasional, para guru aktif dalam organisasi pembela tanah air dan pembina jiwa serta semangat para pemuda pelajar. Lalu pada era reformasi ini apa substansi nyata yang harus diperankan guru? Prestasi, keteladanan, dan kepeloporan para guru yang ditunjukkan semasa awal kebangkitan nasional seharusnya dipertahankan. Semangat dan tradisi perjuangan perlu terus menerus kita selaraskan seiring dengan cepatnya perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan budaya.
Sejak masa penjajahan, guru selalu menanamkan kesadaran akan harga diri sebagai bangsa dan menanamkan semangat nasionalisme kepada peserta didik dan masyarakat. Pada tahap awal kebangkitan nasional, para guru aktif dalam organisasi pembela tanah air dan pembina jiwa serta semangat para pemuda pelajar. Lalu pada era reformasi ini apa substansi nyata yang harus diperankan guru? Prestasi, keteladanan, dan kepeloporan para guru yang ditunjukkan semasa awal kebangkitan nasional seharusnya dipertahankan. Semangat dan tradisi perjuangan perlu terus menerus kita selaraskan seiring dengan cepatnya perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan budaya.
Oleh karena itu tidaklah berlebihan jika kiranya harapan masa depan bangsa Indonesia dipertaruhkan kepada mereka yang berprofesi sebagai guru. Kiprah para guru dalam mengembangkan dan memprakarsai program pendidikan nasional sangat besar bagi kepentingan pembangunan. Elemen organisasi profesi guru, seperti PGRI misalnya harus selalu konsisten mengawal pemenuhan amanat konsitusi dalam alokasi anggaran negara minimal 20% dari APBN dan para guru seharusnya mampu menjadi pelopor dalam mendukung peningkatan kualitas pendidikan yang berbasis kepentingan publik.
Disaat banyak media mengeksploitasi kebejatan moral para petinggi bangsa, di saat masyarakat mendambakan sebuah aksi perubahan yang sering dikampanyekan oleh juragan politik, bagaimana posisi seorang guru? Sungguh sayang sekali, justru disaat kebutuhan akan guru sangat mendesak untuk menambal sulam yang pensiun. Kenyataanya kebutuhan akan profesi guru harus di moratorium juga, walau banyak teriakan hausnya sebuah pendidikan bermutu banyak dilontarkan oleh corong-corong daerah. Kondisi objektif ini masih belum menunjukkan harapan yang signifikan antara keberimbangan pangsa pasar (peserta didik) dengan SDM (kuota guru) yang ada.
Perjuangan untuk memayungi dari derasnya hujan tuntutan dan kencangnya angin kritikan serta segudang harapan semua pihak terhadap guru, agak terobati. Kini pasukan Oemar Bakri sedianya menyambut baik sebuah kehormatan yang diberikan pemerintah Republik Indonesia kepada guru, melalui Keputusan Presiden Nomor 78 Tahun 1994 menetapkan tanggal 25 November sebagai Hari Guru Nasional dan lebih dimantapkan melalui Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Walaupun dalam pelaksanaan disana sini masih harus dilakukan pembenahan dan evaluasi kembali, agar tercapai tujuan kualitas pendidikan.
Hari Guru Nasional dan HUT PGRI yang ke 66, tahun ini adalah usia yang cukup matang dan dewasa bagi sebuah organisasi. Seharusnya menjadi sebuah refleksi, renungan dan evaluasi bagi semua guru untuk membuka kembali lembar catatan dari banyak peristiwa, persoalan, tantangan, dan kendala yang telah dihadapi. Seberapa besar ponten yang dapat kita berikan untuk profesionalitas diri kita? Tentu, kita sendirilah yang bisa menjawabnya. Karena menjadi guru profesional bukanlah perkara gampang, maka perlu kesadaran dari diri kita juga yang harus memulainya untuk mengangkat citra profesi yang digugu dan ditiru. Citra guru yang baik akan mengangkat kualitas pendidikan itu sendiri. Dan pendidikan yang baik akan dapat mengangkat harkat dan martabat bangsa.
Mudah-mudahan para guru selalu mampu memberikan yang terbaik bagi bangsa dan negara. “Tidak ada guru, tidak ada pendidikan, tidak ada pendidikan mustahil ada proses pembangunan”. Hanya dengan sentuhan guru yang profesional, bermartabat, dan ditauladani, maka anak-anak bangsa akan menerima proses pembelajaran yang mendidik dan bermutu. Ada sebuah kalimat hikmah, “man yazra’ wa huwa yahsud”, artinya siapa yang menanam, dialah yang akan memanen. Jika kita menginginkan kebaikan bagi diri kita, maka mulailah dari diri kita untuk menebarkan kebaikan kepada orang lain. Dalam makna lain siapa yang menanam padi, dia akan memanen padi pula. Bahkan rumput pun akan tumbuh disekitar padi itu. Namun, siapa yang menanam rumput, jangan harap ada padi yang bisa tumbuh.
Oleh karena itu guru harus meningkatkan customer service bagi anak didiknya. Karena jasa-jasa guru akan terpatri dan guru akan selalu hidup dalam setiap kenangan dan langkah kehidupan anak didiknya, sebagaimana sering dilantunkan peserta didik dalam lagu Hymne Guru. Akhir dari tulisan ini, ada seuntai pesan kata bijak dari orang yang telah melanglang buana menikmati indahnya profesi guru. Prof. Dr. A. Malik Fadjar dalam tulisannya “Guru itu adalah cermin pendidikan, dan pendidikan itu akan tercermin dari para guru”. Semoga menjadi spirit buat para guru Indonesia dan direfleksikan dalam sisa perjalanan usia kita. Selamat Hari Guru Nasional dan Sukses untuk kita semua.(Penulis Mahasiswa Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan juga sebagai Guru SD Negeri di Kota Pontianak Kalimantan Barat/pontianak post)
SHARE BERITA: