Profil Dahlan Iskan
Inikah Kisah Kasih Tak Sampai?
Dahlan Iskan, Anak Miskin yang Jadi Menteri
Dahlan : Siap Mundur Kapan Saja
Profil Dahlan Iskan
Dahlan Iskan (lahir tanggal 17 Agustus 1951 di Magetan, Jawa Timur), adalah CEO surat kabar Jawa Pos dan Jawa Pos News Network, yang bermarkas di Surabaya. Ia juga adalah Direktur Utama PLN sejak 23 Desember 2009.
Karir Dahlan Iskan dimulai sebagai calon reporter sebuah surat kabar kecil di Samarinda (Kalimantan Timur) pada tahun 1975. Tahun 1976, ia menjadi wartawan majalah Tempo. Sejak tahun 1982, Dahlan Iskan memimpin surat kabar Jawa Pos hingga sekarang.
Dahlan Iskan adalah sosok yang menjadikan Jawa Pos yang waktu itu hampir mati dengan oplah 6.000 ekslempar, dalam waktu 5 tahun menjadi surat kabar dengan oplah 300.000 eksemplar.
Lima tahun kemudian terbentuk Jawa Pos News Network (JPNN), salah satu jaringan surat kabar terbesar di Indonesia, dimana memiliki lebih dari 80 surat kabar, tabloid, dan majalah, serta 40 jaringan percetakan di Indonesia. Pada tahun 1997 ia berhasil mendirikan Graha Pena, salah satu gedung pencakar langit di Surabaya, dan kemudian gedung serupa di Jakarta.
Pada tahun 2002, ia mendirikan stasiun televisi lokal JTV di Surabaya, yang kemudian diikuti Batam TV di Batam dan Riau TV di Pekanbaru.
Sejak akhir 2009, Dahlan diangkat menjadi direktur utama PLN menggantikan Fahmi Mochtar yang dikritik karena selama kepemimpinannya banyak terjadi mati lampu di daerah Jakarta. Selain sebagai pemimpin Grup Jawa Pos, Dahlan juga merupakan presiden direktur dari dua perusahaan pembangkit listrik swasta: PT Cahaya Fajar Kaltim di Kalimantan Timur dan PT Prima Electric Power di Surabaya. (id.wikipedia.org)
Inikah Kisah Kasih Tak Sampai?
Malam itu saya sudah berada di ruang tunggu Bandara Soekarno-Hatta, Jakarta. Siap berangkat ke Amsterdam, Belanda. Tas sudah masuk bagasi. Saya cek lagi paspor untuk melihat dokumen imigrasi. Semua beres. Saya pun siap-siap, sebentar lagi boarding. Istri saya sudah berada di Eropa tiga hari lebih dulu. Mendampingi anak sulung saya yang menjabat Dirut Jawa Pos, yang menerima penghargaan dari persatuan koran sedunia. Jawa Pos terpilih sebagai koran terbaik dunia tahun ini.
Saya pun kirim BBM kepada direksi PLN untuk memberi tahu saat boarding sudah dekat. “Kapan pulangnya, Pak Dis?” tanya seorang direktur. “Tanggal 21 Oktober. Setelah kabinet baru diumumkan,” jawab saya. “Ooh, ini kepergian untuk ngelesi ya,” guraunya.
Saya memang tidak kepengin jadi menteri. Saya sudah telanjur jatuh cinta dengan PLN. Instansi yang dulu saya benci mati-matian ini telah membuat saya sangat bergairah dan serasa muda kembali. Bukan karena tergiur fasilitas dan gaji besar, tapi saya merasa telah menemukan model transformasi korporasi yang sangat besar yang biasanya sulit berubah. Saya juga tidak habis pikir mengapa PLN bisa berubah menjadi begitu dinamis. Beberapa faktor terlintas di pikiran saya.
Pertama, mayoritas orang PLN adalah orang yang berotak encer. Problem-problem sulit cepat mereka pecahkan. Sejak dari konsep, roadmap, sampai aplikasi teknisnya.
Kedua, latar belakang pendidikan orang PLN umumnya teknologi sehingga sudah terbiasa berpikir logis.
Ketiga, gelombang internal yang menghendaki PLN menjadi perusahaan yang baik/maju ternyata sangat-sangat besar.
Keempat, intervensi dari luar yang biasanya merusak sangat minimal.
Kelima, iklim yang diciptakan Men BUMN Bapak Mustafa Abubakar sangat kondusif yang memungkinkan lahirnya inisiatif-inisiatif besar dari korporasi.
Lima faktor itu yang membuat saya hidup bahagia di PLN. Dengan modal lima hal itu pula, komitmen apa pun untuk menyelesaikan persoalan rakyat di bidang kelistrikan bisa cepat terwujud. Itulah sebabnya saya berani membayangkan, akhir 2012 adalah saat yang sangat mengesankan bagi PLN.
Pada hari itu nanti, energy mix sudah sangat baik. Berarti penghematan bisa mencapai angka triliunan rupiah. Jumlah mati lampu sudah mencapai standar internasional untuk negara sekelas Indonesia. Penggunaan meter prabayar sudah menjadi yang terbesar di dunia. Rasio elektrifikasi sudah di atas 75 persen. Provinsi-provinsi yang selama ini dihina dengan cap “ayam mati di lumbung” sudah terbebas dari ejekan itu. Sumsel, Riau, Kalsel, Kaltim, dan Kalteng yang selama ini menjadi simbol “ayam mati di lumbung energi” sudah surplus listrik.
Pada akhir 2012 itu nanti, tepat tiga tahun saya di PLN, saatnya saya mengambil keputusan untuk kepentingan diri saya sendiri: berhenti! Saya ingin kembali menjadi orang bebas. Tidak ada kebahagiaan melebihi kebahagiaan orang bebas. Apalagi, orang bebas yang sehat, punya istri, punya anak, punya cucu, dan he he punya uang! Bisa ke mana pun mau pergi dan bisa mendapatkan apa pun yang dimau. Saya tahu masa jabatan saya memang lima tahun, tapi saya sudah sepakat dengan istri untuk hanya tiga tahun.
Niat seperti itu sudah sering saya kemukakan kepada sesama direksi. Terutama di bulan-bulan pertama dulu. Tapi, mereka melarang saya menyampaikannya secara terbuka. Khawatir menganggu kestabilan internal PLN. Mengapa? “Takut sejak jauh-jauh hari sudah banyak yang memasang strategi mengincar kursi Dirut,” ujarnya.
“Bukan strategi memajukan PLN,” tambahnya. “Lebih baik selama tiga tahun itu kita menyusun perkuatan internal agar sewaktu-waktu Pak Dis meninggalkan PLN kultur internal kita sudah baik,” katanya pula.
Saya setuju untuk menyimpan “dendam tiga tahun” itu. Organisasi sebesar PLN memang tidak boleh sering guncang. Terlalu besar muatannya. Kalau kendaraannya terguncang-guncang terus, bisa mabuk penumpangnya. Kalau 50.000 orang karyawan PLN mabuk semua, muntahannya akan menenggelamkan perusahaan.
Sepeninggal saya ini pun tidak boleh ada guncangan. Saya akan mengusulkan ke menteri BUMN yang baru untuk memilih salah seorang di antara direksi yang ada sekarang, yang terbukti sangat mampu memajukan PLN. Kalau di antara direksi sendiri ada yang ternyata berebut, saya akan usulkan untuk diberhentikan sekalian. Tapi, tidak mungkin direksi yang ada sekarang punya sifat seperti itu.
Saya sudah menyelaminya selama hampir dua tahun. Saya merasakan tim direksi PLN ini benar-benar satu hati, satu rasa, dan satu tekad. Ini sudah dibuktikan, ketika PLN menerima tekanan intervensi yang luar biasa besar, direksi sangat kompak menepis.
Kekompakan seperti itu yang juga membuat saya semakin bergairah untuk bekerja keras mempercepat transformasi PLN. Saya menyadari waktu tidak banyak. Keinginan untuk bisa segera menjadi orang bebas tidak boleh menyisakan agenda yang menyulitkan masa depan PLN. Itulah sebabnya moto PLN yang lama yang berbunyi “listrik untuk kehidupan yang lebih baik” kita ganti untuk sementara dengan moto yang lebih sederhana tapi nyata: Kerja! Kerja! Kerja!
Tanggal 27 Oktober 2011 nanti, bertepatan dengan Hari Listrik Nasional, moto baru itu akan digemakan ke seluruh Indonesia. Kerja! Kerja! Kerja! Sebenarnya ada satu kalimat yang saya usulkan sebelum kata kerja! kerja! kerja! itu. Lengkapnya begini: Jauhi politik! Kerja! Kerja! Kerja!
Tapi, teman-teman PLN menyarankan kalimat awal itu dihapus saja agar tidak menimbulkan komplikasi politik. Tentu saya setuju. Saya tahu, berniat menjauhi politik pun bisa kena masalah politik!
Sudah lama saya ingin naik business class yang baru dari Garuda Indonesia. Kesempatan ke Eropa ini saya pergunakan dengan baik. Toh bayar dengan uang pribadi. Saya dengar business class-nya Garuda sekarang tidak kalah mewah dengan penerbangan terkenal lainnya. Saya ingin merasakannya. Saya ingin membandingkannya. Kebetulan saat umrah Lebaran lalu saya sempat naik business class pesawat terbaru Emirat A380 yang ada barnya itu.
Sejak awal, sejak sebelum menjabat CEO PLN, saya memang mengagumi transformasi yang dilakukan Garuda. Saya dengar di Singapura pun kini Garuda sudah mendarat di terminal tiga. Lambang presitise dan keunggulan. Tidak lagi mendarat di terminal 1 yang sering menimbulkan ejekan “ini kan pesawat Indonesia, taruh saja di terminal 1 yang paling lama itu!”
Beberapa menit lagi saya akan merasakan kali pertama business class jarak jauh Garuda yang baru. Saya seperti tidak sabar menunggu boarding. Di saat seperti itulah tiba-tiba; “Ini ada tilpon untuk Pak Dahlan,” ujar keluarga saya yang akan sama-sama ke Eropa sambil menyodorkan HP-nya.
Telepon pun saya terima. Saya tercenung. “Tidak boleh berangkat! Ini perintah Presiden!” bunyi telepon itu. “Wah, saya kena cekal,” kata saya dalam hati. Mendapat perintah untuk membatalkan terbang ke Eropa, pikiran saya langsung terbang ke mana-mana.
Ke Wamena yang listriknya harus cukup dan 100 persen harus dari tenaga air tahun depan. Ke Buol yang baru saya putuskan segera bangun PLTGB (pembangkit listrik tenaga gas batu bara) agar dalam delapan bulan sudah menghasilkan listrik. Ke PLTU Amurang yang tidak selesai-selesai.
Ke Flores yang membuat saya bersumpah untuk menyelesaikan PLTP (pembangkit listrik tenaga panas bumi) Ulumbu sebelum Natal ini. Saya tahu, teman-teman di Ulumbu bekerja amat keras agar sumpah itu tidak menimbulkan kutukan.
Pikiran saya juga terbang ke Lombok yang kelistrikannya selalu mengganggu pikiran saya. Sampai-sampai mendadak saya putuskan harus ada mini LNG di Lombok dalam waktu cepat. Ini saya simpulkan setelah kembali meninjau Lombok malam-malam minggu lalu. Saya tidak yakin, PLTU di sana bisa menyelesaikan masalah Lombok dengan tuntas.
Pikiran saya terbang ke Bali, membayangkan transmisi Bali Crossing yang akan menjadi tower tertinggi di dunia. Ke Banten Selatan dan Jabar Selatan yang tegangan listriknya begitu rendah seperti takut menyetrum Nyi Roro Kidul.
Meski masih tercenung di ruang tunggu Garuda, pikiran saya juga terbang ke Lampung yang enam bulan lagi akan surplus listrik dengan selesainya PLTU baru dan geotermal Ulubellu.
Juga teringat GM Lampung Agung Suteja yang saya beri beban berat untuk menyelesaikan nasib 10.000 petambak udang di Dipasena dalam waktu tiga bulan. Padahal, dia baru dapat beban berat menyelesaikan 80.000 warga yang harus secara masal pindah mendadak dari listrik koperasi ke listrik PLN.
Pikiran saya juga terbang ke Manna di selatan Bengkulu. Saya kepikir apakah saya masih boleh datang ke Manna tanggal 30 Desember, seperti yang saya janjikan untuk bersama-sama rakyat setempat syukuran terselesaikannya masalah listrik yang rumit di Manna. Saya terpikir Rengat, Tembilahan, Selatpanjang, Siak, dan Bagan Siapi-api yang saya programkan tahun depan harus beres.
Saya teringat Medan dan Tapanuli: alangkah hebatnya kawasan ini kalau listriknya tercukupi, tapi juga ingat alangkah beratnya persoalan di situ: proyek Pangkalan Susu yang ruwet, izin Asahan 3 yang belum keluar, PLTP Sarulla yang bertele-tele, dan Bandara Silangit yang belum juga dibesarkan.
Pikiran saya terus melayang ke Jambi yang akan menjadi percontohan penyelesaian problem terpelik sistem kelistrikan: problem peaker. Di sana lagi dibangun terminal compressed gas storage (CNG) yang kalau berhasil akan menjadi model untuk seluruh Indonesia. Saya ingin sekali melihatnya mulai beroperasi beberapa bulan lagi. Masihkah saya boleh menengok bayi Jambi itu nanti?
Juga ingat Seram di Maluku yang harus segera membangun minihidro. Lalu, bagaimana nasib program 100 pulau harus berlistrik 100 persen tenaga matahari. Ingat Halmahera, Sumba, Timika.
Tentu saya juga ingat Pacitan. PLTU di Pacitan belum menemukan jalan keluar. Yakni, bagaimana mengatasi gelombang dahsyat yang mencapai 8 meter di situ. Ini sangat menyulitkan dalam membangun breakwater untuk melindungi pelabuhan batu bara.
Dan Rabu 23 Oktober lusa saya janji ke Nias. Dan bermalam di situ. Empat bupati di Kepulauan Nias sudah bertekad mendiskusikan bersama bagaimana membangun Nias dengan terlebih dahulu mengatasi masalah listriknya.
Yang paling membuat saya gundah adalah ini: saya melihat dan merasakan betapa bergairahnya seluruh jajaran PLN saat ini untuk bekerja keras memperbaiki diri. Saya seperti ingat satu per satu wajah teman-teman PLN di seluruh Indonesia yang pernah saya datangi.
Dengan pikiran yang gundah seperti itulah, saya berdiri. Mengurus pembatalan terbang ke Eropa. Menarik kembali bagasi, membatalkan boarding, mengusahakan stempel imigrasi, dan meninggalkan bandara.
Hati saya malam itu sangat galau. Saya sudah telanjur jatuh cinta setengah mati kepada orang yang dulu saya benci: PLN. Tapi, belum lagi saya bisa merayakan bulan madunya, saya harus meninggalkannya. Inikah yang disebut kasih tak sampai? (*)
Dahlan Iskan, Anak Miskin yang Jadi Menteri
Dahlan Iskan dipercaya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menjadi Menteri BUMN. Dahlan yang juga wartawan senior ini sebelumnya sudah dipercaya SBY menjadi Direktur Utama PT Perusahaan Listrik Negara.
SBY pun menyanjung Dahlan sukses membawa perbaikan di tubuh perusahaan setrum tersebut. Dan, penuh keyakinan, pemilik grup Jawa Pos ini diminta menjadi pucuk BUMN.
Siapa Dahlan Iskan? Pria yang logat bicarannya renyah itu lahir di Magetan, Jawa Timur, 17 Agustus 1951. Ada cerita unik mengenai tanggal kelahirannya tersebut. Ternyata orangtuanya tidak ingat tanggal berapa Dahlan dilahirkan. Akhirnya Dahlan memilih tanggal 17 Agustus supaya mudah diingat karena bertepatan dengan peringatan kemerdekaan Republik Indonesia.
Dahlan Iskan kecil dibesarkan di lingkungan pedesaan dangan kondisi serba kekurangan. Meski demikian, desanya kental dengan nuansa religius.
Pada buku yang ditulis Dahlan Iskan setelah sukses menjalani cangkok hati di China, ia ceritakan kesusahan Dahlan Iskan sewaktu kecil. Ketika itu, ia hanya memiliki satu celana pendek dan satu baju dan satu sarung.
Dahlan memulai karier sebagai wartawan di Samarinda, Kalimantan Timur, pada 1975 dengan menjadi reporter. Setahun kemudian, ia bergabung dengan majalah Tempo. Tak puas menjadi wartawan saja, tahun 1982 ia memimpin surat kabar Jawa Pos.
Berikut profile Dahlan Iskan.
Nama: Dahlan Iskan
Tempat, Tanggal Lahir: Magetan, 17 Agustus 1951
Pendidikan : Lulusan SMA
Karier: 1. (1975) Reporter surat kabar di Samarinda (Kalimantan Timur) 2. (1976) Wartawan majalah Tempo 3. (1982) Memimpin surat kabar Jawa Pos hingga sekarang 4. (2009) Komisaris PT Fangbian Iskan Corporindo (FIC) 5. (2009) Direktur Utama PLN
Berikut kekayaan Dahlan Iskan.
Terhitung sejak 30 Maret 2010, LHKPN KPK mencatat harta pemilik grup media Jawa Pos itu mencapai lebih dari Rp 48,8 miliar. Harta itu terdiri dari harta tidak bergerak senilai Rp 8,6 miliar berupa tanah dan bangunan, harta bergerak senilai Rp 2,5 miliar, surat berharga Rp 120 miliar, giro dan setara kas lainnya senilai Rp 19,9 miliar. Jumlah tersebut dikurangi utang Dahlan sebesar Rp 102,3 miliar. (kompas/Wahyu Aji)
Dahlan : Siap Mundur Kapan Saja
JAKARTA - Acara serah terima jabatan menteri BUMN dari Mustafa Abubakar kepada Dahlan Iskan berlangsung akrab dan penuh kekeluargaan. Dahlan Iskan mengatakan, ketika menjadi menteri BUMN, Mustafa adalah pembimbing dan atasan yang baik bagi dirinya saat menjabat sebagai dirut PLN.
"Saya menganggap Pak Mustafa tetap menjadi menteri BUMN, saya ini kadernya saja," ujarnya disambut tepuk tangan sekitar 60 pejabat Kementerian BUMN dan direksi BUMN yang hadir di Kantor Kementerian BUMN kemarin (19/10).
Dengan gaya khas setelah baju putih lengan panjang yang digulung sampai siku, celana hitam, dan sepatu kets hitam, Dahlan bercerita bahwa sebenarnya sudah berusaha keras untuk menolak penunjukannya sebagai menteri BUMN.
Menurut Dahlan, sebenarnya ingin segera menuntaskan pekerjaan di PLN, sehingga bisa pensiun pada 2012 nanti. "Saya ingin jadi orang bebas. Sebab, bagi saya, kebahagiaan tertinggi adalah bisa menjadi orang bebas, punya istri, anak, cucu...dan punya uang," katanya. Para hadirin pun tak kuasa menahan tawa. Bahkan tiga mantan menteri BUMN yang hadir, Mustafa Abubakar, Sofyan Djalil, dan Sugiharto, tampak ikut tertawa lepas.
Dahlan kemudian bercerita, dirinya sebenarnya sudah siap berlibur ke Eropa selama beberapa hari dan baru akan kembali ke Indonesia ketika proses reshuffle kabinet usai. "Saya sudah mau boarding, sebentar lagi naik pesawat, tas juga sudah masuk bagasi, saya ditelepon dari Istana. Ya sudah, liburannya batal," ceritanya.
Menurut Dahlan, akhirnya dia tak kuasa menolak permintaan Presiden SBY agar dia menggantikan Mustafa Abubakar yang kondisi kesehatannya kurang baik setelah terkena serangan jantung dan sempat sebulan dirawat di Singapura.
Karena itu, usai penunjukan, Dahlan pun bertandang ke rumah Mustafa Abubakar. "Saya kaget, ternyata Pak Mustafa sangat sehat. Wajahnya cerah, badannya langsing, tegap, dan bicaranya sangat terstruktur. Jadi, sama sekali tidak benar kalau ada isu yang mengatakan Beliau terkena stroke. Karena itu Pak Mustafa, semoga Bapak segera sehat 100 persen, menjadi menteri lagi, saya siap mundur kapan saja," ujarnya yang kembali disambut tepuk tangan riuh para hadirin.
Terkait kebijakan, Dahlan berjanji akan memberikan keleluasaan yang lebih besar bagi para direksi BUMN untuk melakukan aksi-aksi korporasi. "Intervensi dari kementerian harus dikurangi. Para direksi BUMN itu sudah pintar-pintar. Jadi, silakan bekerja dengan baik," katanya.
Dalam sambutannya, Mustafa mengatakan, Dahlan adalah sosok yang tepat untuk menduduki kursi menteri BUMN. "Saya yakin, dengan kreasi-kreasi dan keberanian untuk melakukan terobosan, Pak Dahlan bisa membawa BUMN menjadi lebih baik," ujarnya.
Usai acara, Dahlan terlihat bercengkerama dengan para direksi PLN. Dahlan kemudian meninggalkan kementerian BUMN dengan menggunakan mobil pribadinya, L 1 JP, untuk makan siang bersama para direksi PLN. (JPNN/owi)
Dahlan Iskan Ingin Menjadi Orang Bebas
Sesusai dilantik oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Istana Negara, Menteri Badan Usaha Milik Negara Dahlan Iskan langsung mengikuti acara serah terima jabatan (sertijab) di kantor Kementerian BUMN, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta, Rabu (19/10/2011).
Dahlan Iskan tiba dengan menggunakan Mercedes-Benz S 500 bernomor polisi L 1 JP yang ia kendarai sendiri. Di mobil tersebut, ia ditemani istrinya Nafsiah Sabri, ajudan, serta asistennya.
Mantan Dirut PT Perusahaan Listrik Negara ini terlihat santai dengan menggunakan kemeja putih lengan panjang yang digulung, celana bahan, dan sepatu hitam. Kemeja yang dia gunakan pada pelantikan telah ia lepas. Sesekali ia melemparkan senyum kepada wartawan yang berusaha memintai keterangan dari dia.
Dahlan Iskan langsung menaiki lift dan sebelumnya berhenti di lantai 19 untuk bertemu dengan mantan Menteri BUMN Mustafa Abubakar. Mereka kemudian bersama-sama menuju lantai 21, di mana acara sertijab dilangsungkan.
Suasana hangat terasa dalam acara sertijab. Dalam sambutannya, Dahlan mengaku menolak tawaran Presiden sebelum akhirnya menerima jabatan baru itu.
"Saya itu telah berencana hanya tiga tahun di PLN, kemudian akhir 2012 saya ingin berhenti jadi dirut dan menjadi orang bebas. Karena kebahagiaan tertinggi itu adalah menjadi orang bebas, sehat, punya istri, anak, cucu, dan tentu saja uang," kata Dahlan Iskan yang langsung disambut tawa tamu.
Dalam tiga bulan ke depan, Dahlan berjanji akan memberikan perubahan di Kementerian BUMN. Dahlan berjanji akan meningkatkan tugas-tugas yang telah dikerjakan oleh pendahulunya.
"Saya akan berusaha mengurangi lalu lintas surat, laporan-laporan, dan rapat menjadi 50 persen. Jangan beranggapan sudah kerja kalau sudah kirim surat, kirim laporan, ataupun rapat," kata Dahlan.
Pada kesempatan yang sama, Mustafa Abubakar mengaku gembira karena penerus dia adalah anggota keluarga dari lingkungan BUMN. "Saya yakin dengan pengalaman yang dimiliki, Pak Dahlan Iskan mampu membawa BUMN lebih baik dari yang sekarang," kata Mustafa.
SHARE BERITA: