Berita lama : Sabtu, 9 Maret 2013
Sidikalang - Seorang guru SD di Kabupaten Dairi menggugat Bupati Dairi, Kanjeng Raden Adipati (KRA) Johnny Sitohang Adinegoro atas pemecatan dirinya dengan alasan yang tidak jelas. Namun, meski sudah memenangkan gugatan di PTUN Medan, sang Bupati tetap tak merealisasikan hasil sidang yang dimenangkannya.
Adalah Martalena Sibayang (51), nama guru SD tersebut. Dia merupakan satu di antara ratusan Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Kabupaten Dairi yang mengalami nasib pemecatan oleh sang Bupati. Martalena mengungkapkan, bahwa dia dimutasi dan diberhentikan dari jabatan Kepala Sekolah SD Negeri 035950 Silencer Kecamatan Pegangan Hilir, Dairi.
Martalena yang sudah menjadi guru di sekolah tersebut sejak 30 November 1984, kemudian dimutasikan sebagai guru di SD No.034792 Simartugan Jehe UPT. Bina Pendidikan Dasar Kec.Pegagan Hilir, Kab.Dairi sejak tanggal 27 Januari 2011, melaui Surat Keputusan Bupati Dairi dengan No. 821.23/29/I/2011.
“Saya tidak menerima keputusan sepihak itu, karena saya tidak pernah mendapatkan teguran apapun atau sanksi atas kesalahan yang saya lakukan selama bertugas menjadi kepala sekolah. Saya menilai kalau keputusan Bupati ini jelas telah bertentangan dengan aturan yang berlaku,” kata Martalena, hari ini.
Menurut Martalena, dia merupakan satu di antara ratusan PNS yang dipecat oleh Bupati Dairi dari jabatannya sepanjang tahun 2010-2011. Pada gelombang pertama, ada sekitar seratus orang yang dipecat, gelombang kedua dan ketiga juga sama. "Dan terakhir saya di awal tahun 2011 bersama PNS yang lainnya dipecat sebanyak 120 orang,” ungkapnya.
Martalena menjelaskan, awalnya, banyak PNS yang tak terima dan bahkan, sempat dibentuk Forum Transparansi Guru, karena ada sekitar 25 guru dan kepala sekolah yang mendapatkan nasib yang sama. Bersama dengan dia, mereka ada empat orang yang dipecat yakni Antajulin Tarigan, Kepsek yang jadi guru biasa, Muhammad Karo Sembiring, pengawas sekolah yang jadi guru biasa, Nelson Bancin, Kepsek yang juga jadi guru biasa. Namun, di tengah proses perjuangan untuk menuntut kesemena-menaan Bupati, dua di antara mereka, yakni Muhammad Karo Sembiring dan Antajulin Tarigan diberikan kembali jabatannya.
"Makanya akhirnya saya menggugat ke ranah hukum,” terangnya.
Setelah melalui persidangan tanggal 25 Juli 2011, majelis hakim PTUN Medan memberikan putusan, mengabulkan gugatan penggugat untuk seluruhnya, menyatakan batal Surat Keputusan No. 821.23/29/I/2011 tanggal 27 Januari 2011. PTUN juga memerintahkan tergugat untuk mencabut Surat Keputusan No. 821.23/29/I/2011 tanggal 27 Januari 2011.
Tapi, Bupati Dairi kemudian mengajukan permohonan banding pada hari yang sama yakni 25 Juli 2011, dan berdasarkan hasil dari keputusan banding tanggal 27 Desember 2011, PTUN Medan lagi-lagi memenangkan Martalena sebagai penggugat.
Namun lagi-lagi, Bupati Dairi tidak menolak dan menurut Kuasa Hukum Martalena Sebayang, Dedi Cahyadi, Bupati Dairi telah mengajukan permohonan kasasi ke MA tanggal 25 januari 2012. Dan tergugat mendapatkan pemberitahuan permohonanan kasasi Panitera Pengadilan Tata Usaha Negara Medan Nomor 38/G/2011/PTUN-MDN Jo Nomor 160/B/2011/PT.TUN-MDN.
Sementara itu, mantan Kepala Dinas Pendidikan Dairi yang sekarang menjabat sebagai Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat Dairi, Pasder Berutu, ketika dikonfirmasi mengatakan kalau seharusnya Martalena itu menyadari bahwa jabatan itu bukanlah hak melainkan amanah. “Saya sudah katakan kepadanya, jabatan itu bukan hak melainkan amanah. Kalau kita sudah tidak dipercaya lagi ya tidak apa-apa. Kenapa dulu ketika dia diangkat menjadi kepala sekolah tidak pernah ditanya apa kelebihan dirinya?. Contohnya saya, dulu dipercaya sebagai Kadis Pendidikan sekarang menjadi Kepala Badan Pemberdayaan masyarakat, kalau mau jujur saya lebih senang di pendidikan, tapi kalau pimpinan tidak lagi memberikan kepercayaan kepada kita maka itu harus kita terima,” bebernya.
Ditegaskan Pasder, Kepala sekolah seharusnya tidak bermimpi bahwa jabatan Kepsek itu seumur hidup melainkan itu hanyalah tugas tambahan. “Selama ini kalau sudah Kepsek maka dia akan merasa jabatan itu harus sampai pensiun, padahal kita ada program periodesasi dan penyegaran, inilah dari dulu dia memang sudah salah persepsi. Untuk melakukan penyegaran tidak perlu adanya teguran ataupun peringatan,” tandasnya.
SHARE BERITA: