Pramono Anung (foto antaranews) |
Jakarta. Wakil Ketua DPR Pramono Anung mengusulkan pembentukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hingga tingkat kabupaten-kota, sebagai bentuk upaya pencegahan tindak korupsi yang kian mewabah.
"Ini merupakan kontrol KPK, jangan hanya di tingkat pusat karena pilkada-pilkada itu bohong jika tidak ada korupsi dan kecurangan di dalamnya," kata Pramono dalam seminar yang bertajuk "Membangun Akuntabilitas Partai Politik: Menaklukan Korupsi" di Jakarta, Rabu.
Selain itu, Pramono menilai komisioner-komisioner yang dibutuhkan juga harus profesional.
"Apakah sudah cukup upaya pemberantasan korupsi kita? Kontrol seperti ini jangan disalahartikan," ucapnya, menegaskan.
Menurut dia, pemberantasan korupsi tersebut harus dilakukan dengan sistem "satu pintu", yakni tidak ada intervensi dari lembaga-lebaga lain, baik pemerintahan maupun parlemen.
"Sehingga, sudah tidak ada lagi kompromi-kompromi dalam menindak koruptor. KPK juga harus memberi contoh, jika komisionernya ada yang korupsi, harus menindaknya," tukasnya.
Dia juga mengusulkan untuk mengubah persepsi masyarakat terhadap tindak pidana korupsi.
"Sekarang ini kalau ditangkap KPK, mereka mengakunya merasa dizalimi, ada konspirasi, tebang pilih, musibah dan lainnya. Tidak ada yang menganggap itu sebuah kejahatan. Selain itu, koruptor juga sudah tidak ada lagi rasa malu, kalau disorot media, dia pakai baju bagus, kerudung dan sebagainya," paparnya.
Mantan Sekretaris Jenderal PDIP tersebut menyebutkan maraknya aksi korupsi tersebut karena sudah merasuk ke dalam sistem yang membuat seseorang untuk melakukan tindakan korupsi.
"Sehingga ini tidak berpengaruh untuk orang yang taat beragama atau partai berlandaskan agama pun dalam melakukan tindak korupsi," katanya.
Karena itu, dia mengimbau masyarakat untuk mendukung KPK dalam memberantas korupsi.
"Kalau hanya KPK saja, kita tidak bisa, karena itu kita harus `endorse` (dukung) KPK sebagai `guardian` pemberantasan korupsi," ujarnya.
Terkait pemilu, Pramono juga menyebutkan dana kampanye pileg dan pilpres biasanya disalahgunakan, seperti sumber sumbangan yang tidak jelas.
Dia juga mengimbau anggota DPR untuk kembali kepada tugas utamanya, meliputi pengawasan, legislasi (pembuat undang-undang) dan penganggaran (budgeting).
"Kelembagaan ini belum efektif bahkan banyak parpol yang berusaha agar tidak tertawan dengan undang-undang yang dibuatnya sendiri," katanya.
Sumber : Antara News/Ruslan Burhani
SHARE BERITA: