KETUA Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Busyro Muqoddas mengusulkan pengadilan tindak pidana korupsi (tipikor) di daerah tidak dibubarkan, tetapi dievaluasi secara menyeluruh. Adapun kasus-kasus korupsi di daerah yang sensitif diadili di Jakarta.
"Saya belum pada dihentikan, tapi dievaluasi. Kasus-kasus yang sensitif ditarik ke Jakarta," ujarnya seusai peluncuran bukunya, Penyuara Nurani Keadilan, di Gedung Komisi Yudisial, Jakarta, kemarin.
Dia mengakui rekam jejak prestasi pengadilan tipikor di daerah lebih buruk daripada pengadilan tipikor di Jakarta. "Menyedihkan sekali karena putusan-putusannya itu menimbulkan kontroversi."
Karena itu, Busyro menggagas pertemuan evaluasi dengan Mahkamah Agung (MA), Komisi Yudisial (KY), Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) UGM, dan Indonesia Corruption Watch (ICW). Bersama mereka, ia berharap dapat dirumuskan konsep dan proses evaluasi yang komprehensif.
Gagasan yang sama disampaikan Komisioner KY Bidang Pengawasan Hakim Suparman Marzuki. "Perkara-perkara besar, melibatkan orang besar (di daerah), tarik saja ke Jakarta," tandasnya.
Pelimpahan kasus ke pusat, katanya, sambil menunggu proses evaluasi menyeluruh terhadap pengadilan tipikor daerah. "Ini jangan main-main, ini pengadilan. Yang dipertaruhkan martabat bangsa," tuturnya.
Namun, menurut praktisi hukum Bambang Widjojanto, pelimpahan perkara ke pusat itu melanggar asas hukum acara yang berprinsip sederhana, cepat, dan murah. Bahkan, pembekuan pengadilan juga dinilai melanggar UU Tipikor itu sendiri.
Di sisi lain, Ketua Mahkamah Agung Harifin A Tumpa menegaskan, jika ada kesalahan dalam pengadilan tipikor di daerah, seharusnya dievaluasi terlebih dahulu, tidak langsung dibubarkan. (Wta/Mad/X-5)
SHARE BERITA:
