MEDAN - Biaya politik yang sangat tinggi di Indonesia adalah salah satu faktor pendukung yang menyebabkan maraknya praktek-praktek korupsi di negara ini.
Analis politik Universitas Sumatera Utara, Taufan Damanik, kepada Waspada Online mengatakan, praktek korupsi sebenarnya sudah lama terjadi di Indonesia. Namun, setelah era reformasi yang mengunakan sistem multipartai, dimana hal ini harus menggunakan anggaran biaya politik yang sangat besar.
”Korupsi itu sebenarnya dari dulu sudah ada di Indonesia. Namun, setelah era reformasi yang menggunakan sistem multipartai, anggaran politikpun semakin besar. Inilah yang menjadi faktor pendukung maraknya praktek korupsi belakangan ini,” ujar Taufan.
Taufan mengatakan, korupsi di Indonesia sudah ada dari zaman Belanda. Sebelum era reformasi yang belum menggunakan sistem multipartai, dan biaya politiknya belum begitu tinggi, praktek korupsi sudah ada.
”Praktek korupsi ini disebabkan oleh bobroknya sistem, seharusnya pimpinan tertinggi bisa menjadi ujung tombak untuk mengatasi masalah ini,” ujar Taufan.
Analis kebijakan publik dari Rajawali Foundation, Nico Harjanto mengatakan, tingkat korupsi yang meningkat karena disebabkan tuntutan biaya tinggi dalam praktik politik-demokrasi di Indonesia. Ia menerangkan, pejabat parpol selalu dihadapkan pada dua biaya besar, yaitu menggerakkan aktivitas dan mesin parpol serta memenangi kontestasi dan membina kelangsungan basis dukungan.
Dengan sistem pemilihan langsung dan suara terbanyak, sulit membuat perencanaan ataupun perkiraan dana. Menurut alumnus Northers Illinois University ini, banyak variabel biaya dadakan atau improvisasi yang harus dilakukan untuk memastikan dan mengamankan kemenangan.
"Mulai dari menjamin patronase, memelihara afiliasi, ormas, dan basis dukungan, biaya koalisi, sampai kondisi darurat politik," ulas Nico.
Tuntutan tersebut berdampak pada penggalangan dana parpol, baik secara legal maupun sebaliknya. Jalan yang kerap ditempuh adalah dengan memanfaatkan status politik untuk mengangsir anggaran publik, baik demi kepentingan parpol maupun perorangan, tandasnya.(PRAWIRA SETIABUDI/wol-yudi/kompas)
SHARE BERITA: