![]() |
Dewi Yasin Limpo |
"Karena kasus cicak-buaya, kasus saya, yang seperti Tom and Jerry, jadi tertutup.”
Dewi Yasin Limpo, mantan calon legislatif Partai Hanura dari daerah pemilihan Sulawesi Selatan I, yang dinilai menjadi salah satu tokoh kunci dalam pembuatan surat palsu MK, ternyata pernah melaporkan Komisi Pemilihan Umum ke polisi.Ia melaporkan KPU ke polisi pada tahun 2009, terkait pembatalan dirinya sebagai anggota DPR. Ia mengaku kecewa dan merasa dicurangi KPU. “Saya sangat kecewa, karena satu surat KPU bisa membatalkan surat MK yang katanya sangat mengikat,” kata Dewi.
Padahal, lanjutnya, dirinya memenangi gugatan sengketa pemilu di MK.
Namun, tutur Dewi, meski MK mengabulkan gugatannya, tapi perolehan suaranya justru menyusut. “Saya heran, sangat membingungkan saya. Gugatan saya dikabulkan, tapi suara saya berkurang 1.677. Ini menjadi misteri sampai sekarang,” papar Dewi saat memberi keterangan di hadapan Panja Mafia Pemilu Komisi II DPR, Kamis 7 Juli 2011.
Kecewa dengan keputusan KPU yang bertentangan dengan putusan MK, maka Dewi melaporkan KPU ke polisi atas tuduhan penyalahgunaan wewenang. “Pokoknya KPU tidak beres. Karena KPU tidak beres, maka saya lapor ke polisi,” tandasnya.
“Saya lapor ke polisi tanggal 9 November 2009. Laporan saya itu jauh sebelum MK melapor. Saya bukan melaporkan MK, tapi KPU,” kata Dewi.
Namun, kata dia, dikemudian hari ia ditelepon mantan Hakim Konstitusi, Arsyad Sanusi, yang meminta dia mencabut laporan atas KPU ke polisi. “Saya ditelpon Arsyad. Dia minta saya cabut laporan ke polisi itu. Saya heran, loh kenapa? Saya kan tidak melaporkan MK. Yang saya laporkan KPU,” tegas Dewi.
Oleh karena itu, ujarnya, dia geram disebut-sebut sebagai dalang di balik pembuatan surat palsu MK bernomor 112/PAN.MK/VIII/2009 tertanggal 14 Agustus 2009.
“Kalau memang saya membuat surat palsu, terlalu bodoh jika saya meletakkan kepala saya di mulut singa, dengan melaporkan KPU ke polisi,” kata Dewi.
Laporan ke polisi itu, lanjut Dewi, kemudian tertutup oleh kasus besar yang lain. “Waktu itu ada kasus cicak buaya. Karena kasus cicak buaya itulah, kasus saya yang seperti Tom and Jerry jadi tertutup,” kata Dewi.
Padahal, lanjutnya, dirinya memenangi gugatan sengketa pemilu di MK.
Namun, tutur Dewi, meski MK mengabulkan gugatannya, tapi perolehan suaranya justru menyusut. “Saya heran, sangat membingungkan saya. Gugatan saya dikabulkan, tapi suara saya berkurang 1.677. Ini menjadi misteri sampai sekarang,” papar Dewi saat memberi keterangan di hadapan Panja Mafia Pemilu Komisi II DPR, Kamis 7 Juli 2011.
Kecewa dengan keputusan KPU yang bertentangan dengan putusan MK, maka Dewi melaporkan KPU ke polisi atas tuduhan penyalahgunaan wewenang. “Pokoknya KPU tidak beres. Karena KPU tidak beres, maka saya lapor ke polisi,” tandasnya.
“Saya lapor ke polisi tanggal 9 November 2009. Laporan saya itu jauh sebelum MK melapor. Saya bukan melaporkan MK, tapi KPU,” kata Dewi.
Namun, kata dia, dikemudian hari ia ditelepon mantan Hakim Konstitusi, Arsyad Sanusi, yang meminta dia mencabut laporan atas KPU ke polisi. “Saya ditelpon Arsyad. Dia minta saya cabut laporan ke polisi itu. Saya heran, loh kenapa? Saya kan tidak melaporkan MK. Yang saya laporkan KPU,” tegas Dewi.
Oleh karena itu, ujarnya, dia geram disebut-sebut sebagai dalang di balik pembuatan surat palsu MK bernomor 112/PAN.MK/VIII/2009 tertanggal 14 Agustus 2009.
“Kalau memang saya membuat surat palsu, terlalu bodoh jika saya meletakkan kepala saya di mulut singa, dengan melaporkan KPU ke polisi,” kata Dewi.
Laporan ke polisi itu, lanjut Dewi, kemudian tertutup oleh kasus besar yang lain. “Waktu itu ada kasus cicak buaya. Karena kasus cicak buaya itulah, kasus saya yang seperti Tom and Jerry jadi tertutup,” kata Dewi.
SHARE BERITA: