Berita Terkini

BLSM Salah Sasaran, Kepala Desa Dan Lurah Berwenang Aktif Memperbaiki

 Ibnu Purna
Bagi mereka yang menekuni kebijakan publik, sebenarnya kenaikan harga BB
M terjadi sebagai dampak dari pengurangan subsidi BBM. Karena sampai saat ini, kebijakan APBN 2013 masih tetap memberikan alokasi yang cukup besar terhadap subsidi BBM. Sekitar Rp. 193,8 Triliun atau 11,5% dialokasikan untuk subsidi BBM tersebut.

Tahun ini, konsumsi BBM bersubsidi di dalam negeri diperkirakan akan naik lagi menjadi hampir 50 miliar liter. Akibatnya, subsidi untuk Solar dan Premium sepanjang 2013 akan melonjak dari Rp. 193,8 Triliun menjadi Rp. 251,6 Triliun. 

Jika harga minyak dunia tetap tinggi dan konsumsi dalam negeri  terus naik seperti ini, subsidi akan menggelembung di luar kemampuan anggaran negara untuk memikulnya. Jadi sudah tepat keputusan pemerintah untuk mengurangi subsidi BBM, meskipun kebijakan ini berdampak pada kenaikan harga BBM, yang dirasakan pahit bagi mereka yang selama ini dininak bobokan oleh nikmatnya subsidi BBM.

Sudah barang tentu kebijakan pengurangan subsidi BBM, dalam jangka pendek ini akan diikuti oleh peningkatan harga yang akan menekan daya beli masyarakat, terutama rumah tangga miskin dan rentan atau 'near poor'. Karena itu diperlukan inisiatif kebijakan jangka pendek yang dapat mempertahankan daya beli kelompok rumah tangga miskin dan rentan.

Program jangka pendek yang dilaksanakan pemerintah adalah Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM). Melalui program ini, pemerintah memberikan dana tunai secara langsung kepada rumah tangga miskin dan rentan. BLSM diberikan dalam jangka waktu empat bulan dengan besaran bantuan senilai Rp. 150.000/ bulan. Sasaran program BLSM adalah 15,5 juta Rumah Tangga, atau 25 % Rumah Tangga dengan tingkat sosial ekonomi terendah yang terdapat dalam Basis Data Terpadu ( BDT) hasil PPLS 2011.

Setelah dikucurkan BLSM bulan Juni 2013 yang lalu, berbagai reaksi mulai muncul di media massa, terutama terkait dengan adanya data yang dianggap salah sasaran. Ada yang merasa harus menerima, tapi tidak terdaftar. Dan ada juga yang penerimanya dianggap tidak layak karena dianggap bukan kelompok miskin.

Menanggapi masalah data penerima BLSM, Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan sebenarnya dari 15,5 juta rumah tangga sasaran (RTS) penerima BLSM, hanya 36,7% atau 5,7 juta RTS yang masuk kategori miskin sesuai garis kemiskinan nasional (Koran Tempo, 3 Juli 2013).  Sisanya dikelompokkan sebagai masyarakat hampir miskin (near poor) atau rentan miskin, dimana mereka ini rentan menjadi miskin apabila terjadi guncangan ekonomi seperti adanya kenaikan harga barang. Dengan demikian cakupan BLSM sebenarnya sudah cukup luas, tidak hanya kepada masyarakat yang betul-betul miskin, tapi juga masyarakat yang rentan menjadi miskin akibat kenaikan harga barang.

Hanya saja masalahnya kini terletak pada validitas datanya, mengingat pemerintah menggunakan data berdasarkan hasil survei BPS terakhir 2011 sebagai acuan penerima data BLSM. Sebelumnya BPS juga telah melakukan dua kali surve, yaitu pada 2005 dan 2008. Menko Perekonomian Hatta Rajasa pun mengakui bahwa data yang digunakan bukan yang terbaru, sehingga bisa saja ada kemungkinan kesalahan dalam pembagian dana bantuan. Selama dua tahun mungkin saja sudah ada perubahan data. Mungkin saja sudah ada yang meninggal, pindah alamat, kemampuan ekonominya yang semula lumayan berubah menjadi kurang menggembirakan sehingga layak dapat BLSM atau kehidupan ekonominya  menjadi lebih baik sehingga tidak layak lagi sebagai penerima BLSM.

Karenanya kalau kita mengacu pada data BPS yang pendataan jumlah rumah tangga miskinnya dilakukan setiap tiga tahun sekali, semestinya pemutakhiran data dilakukan tahun depan 2014. Jadi data tahun 2013 ini jelas ada perubahan, tapi kesalahannya relatif kecil. Menurut Menko Bidang Kesra Agung Laksono, tingkat kesalahannya diperkirakan sekitar 5 persen. Mantan Wapres Jusuf Kalla berpendapat, kesalahan dari penerima 15,5 juta RTS wajar saja, apalagi kalau jumlahnya relatif kecil. "Yang Penting BLSM itu Bukan Untuk yang Punya Mercy", kata Jusuf Kalla tegas (detikfinace, 2/7/13).

Dan yang lebih penting lagi kesalahan ini dapat segera diperbaiki dengan menggunakan mekanisme yang diatur dalam Instruksi Mendagri No. 541/3150/SJ tanggal 17 Juni 2013 tentang Pelaksanaan Pembagian Kartu Perlindungan Sosial (KPS) dan Penanganan Pengaduan Masyarakat. Dalam Instruksi ini jelas sekali penggantian kepada penerima BLSM yang salah sasaran dapat segera diganti apabila Kepala Desa atau Lurahnya aktif mendata warganya.

Secara detil tugas kepala desa dan lurah, telah diinstruksi oleh Mendagri dengan langkah-langkah antara lain sebagai berikut:
  1. Menyampaikan informasi tentang KPS kepada penerimanya;
  2. Membentuk dan atau mengaktifkan kembali pokja pengaduan masyarakat sebagai posko pengaduan KPS;
  3. Berkoordinasi dengan petugas PT Pos Indonesia dalam mendistribusikan KPS, menyusun daftar KPS tidak terkirim (retur) berdasar laporan petugas PT Pos, mengimbau masyarakat mengirimkan SMS konfirmasi penerimaan KPS ke nomor 0857 7111 7000 dan tulis nomor KPS#nama kepala rumah tangga;
  4. Menghimbau rumah tangga penerima KPS yang mampu/kaya untuk mengembalikan KPS ke Posko Pengaduan atau kantor desa dan kelurahan;
  5. Melaksanakan musyawarah desa/musyawarah kelurahan untuk pemutakhiran data penerima KPS dengan menetapkan rumah tangga yang akan diganti, verifikasi jumlah rumah tangga yang dapat diganti, dan menetapkan nama rumah tangga pengganti;
  6. Mengirim rekapitulasi jumlah rumah tangga pengganti dan rumah tangga yang diganti, serta KPS yang dinyatakan tidak berlaku dan menyerahkannya kepada camat;
  7. Memperoleh blangko SK-RTM dari kecamatan sesuai jumlah rekapitulasi rumah tangga pengganti;
  8. Menerbitkan SK-RTM yang ditandangani kepada desa dan lurah. Menyampaikan SK-RTM kepada rumah tangga pengganti; dan
  9. Menangani pengaduan masyarakat.
Dalam hal pelaksanaan Musdes/Muskel, jika Rumah Tangga pengganti telah ditetapkan, maka Kepala Desa/Lurah dapat segera mengirimkan data tersebut kepada kecamatan untuk selanjutnya diserahkan kepada PT Pos Indonesia untuk di entry data nya dan disampaikan ke kementerian Sosial untuk mendapatkan pengesahan pencetakan Kartu Perlindungan Sosial (KPS) Pengganti. KPS Pengganti ini dapat digunakan untuk memperoleh semua manfaat Program Perlindungan Sosial termasuk BLSM.

“Apabila pengaduan tidak dapat terselesaikan di kecamatan,  camat agar meneruskan kepada pokja pengaduan masyarakat TKPK kabupaten dan kota dan atau melalui mekanisme LAPOR! UKP4,” kata Mendagri sebagaimana tertuang dalam instruksi tersebut.

Secara lebih jelas mekanisme pengaduan dan penggantian bagi penerima BLSM yang salah sasaran dapat dibaca di dalam Instruksi Mendagri No. 541/3150/SJ tanggal 17 Juni 2013 tentang Pelaksanaan Pembagian Kartu Perlindungan Sosial (KPS) dan Penanganan Pengaduan Masyarakat, yang inti sarinya telah dimuat di berita websit www.setkab.go.id  berjudul "Mendagri Perintahkan Gubernur Tangani Pengaduan Masyarakat Terkait Pembagian KPS"

Dalam instruksinya, Mendagri telah memberikan tugas kepada Gubernur, Bupati, Walikota, Camat, sampai ke Kepala Desa dan Lurah untuk melaksanakan pembagian KPS dan penanganan pengaduan masyarakat agar BLSM tidak salah sasaran, dan selanjutnya segera diadakan penggantian apabila terjadi salah sasaran penerima BLSM. Jadi sebenarnya kita tidak perlu terus ribut-ribut kalau ada penerima BLSM yang salah sasaran. Karena diperangkat pemerintahan di tingkat daerah, perannya ada di Kepala Desa atau Lurah untuk aktif memperbaiki penggantiannya.

Karenanya terasa aneh kala ada kepala desa (Kades) yang menolak mendukung BLSM karena merasa tidak dilibatkan dalam pendataan warga miskin diwilayahnya. Juga kalau ada Gubernur, Bupati atau Walikota yang tidak mendukung BLSM, itu terasa betul nuansa politisnya. Padahal setelah BLSM diluncurkan, maka mereka sebagai kepala daerah yang dipilih langsung oleh rakyat, tentunya  memiliki tanggung jawab politis untuk mendistribusikan BLSM secara benar kepada rakyatnya. Kalau ada yang salah sasaran maka para Gubernur, Bupati, Walikota, sampai ke camat, dan jajaran ujung tombaknya yaitu kepala desa dan lurah punya wewenang untuk melakukan perbaikan penerima BLSM yang salah sasaran tersebut.

Kompensasi BBM Tidak hanya BLSM

Hal yang perlu sama-sama kita ketahui adalah bahwa kompensasi atas penyesuaian harga BBM bukan hanya BLSM. Program lainnya juga termasuk Program Bantuan Siswa Miskin (BSM), Program RASKIN, Program Keluarga Harapan (PKH), dan juga Program Infrastruktur Pedesaan. Jika BLSM hanya bersifat sementara, dan diberikan selama 4 bulan, program-program lainnya justru lebih bersifat jangka panjang. Program BSM diberikan kepada semua penerima KPS yang memiliki anak usia sekolah tanpa memandang jumlah anaknya, dan akan diberikan sampai tahun 2014. Demikian pula dengan program RASKIN dan Program PKH yang dapat dinikmati sampai tahun 2014.

Untuk Program BSM akan diberikan kepada 16,6 Juta Siswa dari 15,5 Juta RTS, yang terdiri dari: SD/MI 10,2 juta Siswa, SMP/MTs 4,1 juta Siswa dan SMA/SMK/MA 2,3 juta Siswa. Total anggaran untuk program BSM adalah sebesar Rp. 12,076 Triliun. 

Untuk Program RASKIN mengalami penambahan jumlah dari 12 kali menjadi 15 kali sejumlah 15 Kg/RT selama tahun 2013 dengan total anggaran sebesar Rp. 21,497 Triliun. 

Khusus untuk program PKH, besaran manfaat meningkat dari rata-rata 1,3 Juta/Rumah Tangga menjadi Rp.1,8 Juta/Rumah Tangga untuk 2,4 Juta Rumah Tangga dengan total anggaran sebesar Rp. 3,6 Triliun.

Sementara itu, Program Infrastruktur Pedesaan dimaksudkan untuk mendorong perbaikan infrastruktur diwilayah desa miskin serta penciptaan lapangan kerja, yang total tambahan anggaran pada tahun 2013 adalah sebesar Rp. 7,25 Triliun.

Untuk itu, diharapkan peran aktif Kepala Desa/Lurah dalam mengawal pelaksanaan program-program kompensasi yang tidak hanya BLSM, melainkan juga termasuk program-program yang bersifat jangka panjang sebagaimana dijelaskan di atas.

Semoga dengan aktifnya kepala desa dan lurah untuk melakukan pemutakhiran data warga miskin didaerahnya sesuai mekanisme yang berlaku sebagaimana diatur dalam Instruksi Mendagri diatas, maka program-program kompensasi penyesuaian harga BBM dapat disalurkan kepada warga miskin dan hampir miskin (near poor) yang memang berhak menerimanya. Program kompensasi penyesuaian harga BBM dari rakyat untuk rakyat miskin. Mari kita awasi bersama penyalurannya, agar lebih tepat sasaran.

SHARE BERITA:


Alamat: Jl. Tiga Lingga No. 34 Km 6, Dairi, Sumatera Utara Kontak : 6285360048678, 6288261852757 Email : maha_lipan@yahoo.co.id, maha.lipan@gmail.com.

Hak cipta @ 2009-2014 MAHALIPAN Dilindungi Undang-undang | Designed by Mahalipan | Support by Templateism.com | Power by Blogger

Theme images by Gaussian_Blur. Powered by Blogger.