JAKARTA, DPR jengah dituding sebagai pihak yang harus selalu bertanggung jawab pada terjadinya korupsi anggaran negara. Korupsi anggaran negara juga terjadi di eksekutif.
Pemerintah, seperti halnya DPR, berpotensi besar melakukan korupsi karena kewenangan pengelolaan anggaran.
"Kalau ada menteri kenal baik dengan pengusaha, terus si pengusaha meminta agar proyek di kementerian itu diberikan kepadanya. Menteri lalu meminta kepada dirjen agar menganggarkan, katakanlah Rp 100 miliar untuk proyek tersebut. Kemudian dicarikan alasan agar proyek itu dijalankan. Sampai ke DPR, ternyata DPR juga tak tahu di balik proyek itu, dan meloloskannya. Pertanyaannya, apakah si menteri tak dapat apa-apa dari pengusaha?" kata Wakil Ketua Komisi IX DPR Harry Azhar Azis di Jakarta, Selasa (29/11/2011) malam.
Menurut Harry, sebagai pihak yang memiliki kewenangan pengelolaan anggaran, pemerintah juga bisa menjadi pihak yang bertanggung jawab di balik terjadinya korupsi anggaran.
"Sekarang ICW (Indonesia Corruption Watch), Fitra (Forum Indonesia untuk Transparan Anggaran), dan LSM lainnya menyerang kami, seolah-olah hanya kami ini yang korupsi. Lantas bagaimana dengan korupsi anggaran di pemerintahan," kata Harry.
Harry menyebutkan, sangat mungkin terjadi korupsi anggaran di DPR. Akan tetapi, jumlahnya pasti tak akan sebanding dengan nilai korupsi yang terjadi di eksekutif.
"Di DPR itu paling yang terjadi seperti di dana penyesuaian infrastruktur daerah, yang kemarin ramai dibicarakan. Nilainya paling Rp 7 triliun. Bandingkan dengan anggaran yang dikelola pemerintah," kata Harry.
Dia melihat, jika DPR terus-menerus dijadikan sasaran tembak dalam pemberantasan korupsi, target akhirnya justru melemahkan fungsi check and balances yang dimiliki wakil rakyat.
"Kalau check and balances kami lemah, lantas siapa yang mewakili kewenangan pengelolaan anggaran pemerintah?" tanya Harry.(kompas)
SHARE BERITA: